Arsip Tag: kelompok miskin

Kelompok Perempuan dalam Musdes Desa Gentansari

Musyawarah Desa

Musyawarah sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat nusantara. Musyawarah berarti pula berembuk atau berdialog untuk mencari solusi bersama. Muara musyawarah adalah mufakat atau kesepakatan bersama. Inti dari musyawarah ialah dialog dan gotong royong/swadaya. Masing-masing orang dengan rendah hati mengungkapkan dan menyerap pendapat. Sehingga, masing-masing manusia mempunyai pemahaman yang sama dan tidak merasa unggul atau kurang dari yang lain.

Dalam konteks demokrasi, musyawarah menunjukkan nilai-nilai daulat rakyat yang lahir alami dalam sebuah komunitas. Hal tersebut menunjukkan semangat demokratis di masyarakat nusantara, jauh sebelum mengenal istilah demokrasi” itu sendiri.

Musyawarah Desa

Musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintah desa. Secara administratif penyelenggaraan pemerintah desa, musyawarah desa paling sedikit diselenggarakan tidak lebih dari satu tahun sesuai kebutuhan.

Hal yang bersifat strategis meliputi:

a. penataan desa;
b. perencanaan desa;
c. kerja sama desa;
d. rencana invstasi yang masuk ke desa;
e. pembentukan BUMDesa;
f. penambahan dan pelepasan aset desa; dan
g. kejadian luar biasa.

Penyelenggaraan musyawarah desa dibiayai dalam anggaran pendapatan dan belanja desa. Hasil dari musyawarah desa kemudin menjadi pegangan bagi BPD dan pemerintah desa dalam menentukan kebijakan. Untuk itu, musyawarah desa diselenggarakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan hak dan kewajiban masyarakat.

Keterlibatan masyarakat

Musyawarah desa harus membuka ruang selebar-lebarnya bagi keterlibatan masyarakat. Secara umum, perwakilan masyarakat meliputi tokoh adat, agama, masyarakat, pendidik, kelompok tani, nelayan, perajin, perempuan, pemerhati dan perlindungan anak, serta kelompok masyarakat miskin. Keterlibatan unsur masyarakat bisa diperbanyak lagi sesuai dengan konteks sosial dan budaya masing-masing desa. Setiap unsur masarakat yang menjadi musdes melakukan pemetaan aspirasi dan kebutuhan kelompok masyarakat yang diwakilinya sebagai bahan yang akan dibawa pada forum musyawarah desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 pasal 3 ayat 2 mendefinisikan hak masyarakat dalam musyawarah desa, antara lain:

  • mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal yang bersifat strategis yang akan dibahas dalam musyawarah desa;
  • mengawasi kegiatan penyelenggaraan musyawarah desa maupun tindaklanjut hasil keputusan musyawarah desa;
  • mendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir seabgai peserta musyawarah desa;
  • mendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggungjawab perihal hal-hal yang bersifat strategis selama berlangsungnya musyawarah desa;
  • menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah desa

kemudian, pada ayat 3, disebutkan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan musyawarah desa, yakni:

  • mendorong gerakan swadaya gotong royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui musyawarah;
  • mempersiapkan diri untuk berdaya dalam menyampaikan aaspirasi, pandangan dan kepentingan berkaitan hal-hal yang bersifat strategis;
  • mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan musyawarah desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel;
  • mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya musyawarah desa

melaksanakan nilai-nilai permusyawaratan, permufakatan proses kekeluargaan, dan kegotongroyongan dalam pengambilan keputusan.

Verifikasi pendataan Desa Gondang

Pentingnya Keterlibatan Kelompok Marginal

Sabtu (24/10/2015) kemarin, Balai Desa Gondang, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo terlihat lebih ramai dari biasanya. Siang itu, Tim Pembaharu Desa (TPD) Gondang kembali berkumpul untuk melakukan verifikasi data kesejahteraan sosial dan aset-potensi yang telah disusun. Kegiatan ini melibatkan kelompok warga dari beberapa dusun, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak.

Verifikasi pendataan Desa Gondang

Verifikasi pendataan Desa Gondang, (24/10).

Di awal pertemuan ini, kegiatan verifikasi difasilitasi oleh tim Infest Yogyakarta. Verifikasi pertama ditujukan kepada data aset dan potensi. Dari tujuh aset yang telah disusun, terdapat beberapa perbaikan secara rinci. Selain perbaikan terhadap kesalahan penulisan lokasi aset dan strategi pengembangannya, juga muncul masukan penting dari kelompok warga terkait dengan pengelolaan beberapa jenis aset, salah satunya mata air.

Warga berharap, mata air yang ada tidak hanya didistribusikan untuk kepentingan pertanian, namun juga dikelola untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan usulan tersebut, pengelolaan mata air kedepan di Desa Gondang rencananya akan diperluas hingga kepada pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Akses dan ruang

Di penghujung acara kegiatan, fasilitator kembali mengajak seluruh peserta mendiskusikan persiapan untuk mengulas kembali RPJMDesa Gondang. Di dalam diskusi ini, selain menekankan arti pentingnya partisipasi, anggota TPD dan warga yang hadir juga mencoba merumuskan strategi yang baik agar kepentingan kelas sosial marginal benar-benar terakomodasi.

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa mutlak dilakukan. Hal itu untuk mendorong orang menjadi subjek pembangunan. Mengingat model pembangunan selama ini bercorak satu arah dan terpusat. Warga hanya menjadi objek tanpa diberikan ruang untuk berpendapat.

Memahami partisipasi tentu tidak cukup dilihat dari angka kehadiran. Kelompok marginal kerap dihadapkan pada tantangan-tantangan kultural dan dominasi kelas. Kondisi yang digambarkan oleh salah satu peserta dengan baik:

“Tidak semua orang memiliki keberanian untuk berbicara di depan forum, hal ini belum lagi ditambah dengan persoalan sering kali tanpa sadar di dalam musyawarah kerap terjadi dominasi oleh segilintir orang. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, menyebarkan formulir usulan kepada kelompok RTM (Rumah Tangga Miskin) ini merupakan cara yang baik.”

Selain itu,tantangan lain dalam proses dialog warga dan pemerintah desa karena adanya anggapan bahwa warga, khususnya RTM tidak mempunyai kapasitas pengetahuan yang cukup untuk berkontribusi dalam perencanaan pembangunan. Jangan-jangan masalahnya bukan disitu tetapi akses dan ruang bagi kelompom miskin tidak ada.

Salah satu cara yang akan ditempuh, selain menggelar pertemuan di tingkat dusun dan desa, ialah dengan menyebarkan formulir usulan perencanaan pembangunan kepada kelompok RTM. Teknisnya dengan mengambil contoh atau sampling minimal 3 (tiga) RTM di setiap RT berdasarkan data kesejahteraan lokal yang telah disusun.

Strategi ini dipilih sehingga kelompok RTM dapat mengisinya secara leluasa di rumah. Dengan cara ini diharapkan data usulan perencanaan pembangunan dari kelas sosial marginal di setiap dusun dapat muncul. Sehingga, apabila dalam Musyawarah Desa sebagian dari mereka tidak menggunakan haknya untuk berpendapat, hasil dari formulir usulan tersebut dapat menjadi data pembanding yang mewakili kelas sosial marginal. [Fandi]