Abd Rahman Bunga, Kepala Dusun Pa’battoang, Desa Kalukubodo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, punya andil dalam pemekaran Desa Kalukubodo dari Desa Bonto Marannu. Rahman masih ingat saat dirinya didatangi warganya yang mengadu atau minta mengurus sesuatu di kantor Desa Bonto Marannu. Dia harus menampung dulu segala urusan warga lalu mendatangi Kepala Desa (Kades). Lalu harus menumpuh perjalanan sekitar 1 kilometer.
“Jauh kasihan, 1 kilometer dari sini untuk ketemu Kepala Desa. Hampir semua kebutuhan masyarakat dititip ke saya sebagai kepala dusun. Nanti saya sampaikan ke Kedes. Persoalan KTP (Kartu Tanda Penduduk, KK (Kartu Keluarga) atau apa saja, ” cerita Rahman di rumahnya di Dusun Pa’battoang, Rabu, 2 Desember 2015.

Kantor Desa Kalukubodo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar (Azis/rakyat sulsel)
Dari persoalan akses dan pelayanan ini lah, Rahman bersama beberapa tokoh masyarakat Desa Kalukubodo berinisiatif memekarkan Desa Bonto Marunnu agar pusat pelayanan berada di desanya. Salah satu pemrakarsa pemekaran desa, yang kini menjadi Kades Kalukubodo, Gaffar Rate, mengatakan tujuan pemekaran itu adalah bagaimana pembangunan desa bisa merata, yang tidak melulu berada di desa Bonto Marannu.
“Pembangunan saat Kades dulu bukannya tidak ada pemerataan. Mungkin inilah persoalannya, dana ADD (Anggaran Dana Desa) tidak seberapa. Pada saat proses pembangunan otomatis di desa induk menjadi prioritas. Jadi kurang tersentuh disini, walau tersentuh kurang memenuhi, ” kata Gaffar.
Keinginan itu rupanya sejalan dengan program pemekaran desa Bupati Takalar saat itu, Ibrahim Rewa yang menargetkan 100 desa di kabupaten ini. Klop sudah. Pemekaran pun terwujudkan. Desa Kalukubodo tercatat sebagai desa yang ke 100 dan terbuntut untuk saat ini. Sementara Desa Bonto Marannu sudah terpecah menjadi lima desa. Pada Juni 2012, Gaffar Rate terpilih menjadi Kades Kalukubodo. Selain baru berdiri, desa yang memiliki tiga dusun, yakni Dusun Pa’battoang, Dusun Bilayya dan Dusun Kalukubodo, menjadi salah satu dari 15 Desa Mandiri di Takalar.
“Saya tidak tahu, mengapa desa kami langsung mendapat predikat Desa Mandiri, padahal baru saja berdiri, ” kata Rahman, walau diakuinya bila salah satu indikatornya karena di desa itu punya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Daya Guna yang bergerak dibidang pelayanan air bersih. Mirip Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Transparansi Anggaran
Dua tahun berdirinya desa yang berada di pinggir laut ini, seperti terjadi lompatan yang luar biasa dilakukan oleh Kades dan perangkatnya, yang mungkin melampaui desa-desa lama, utamanya desa tetangga dan desa induk. Yakni pengelolaan keuangan desa secara transparan dan keterbukaan informasi kepada warga.

Papan APBDesa Kalukubodo
Bentuk transparansinya pun sangat sederhana. Gaffar beserta pegawainya hanya memajang item-item Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di dinding kantor desa, tak ubahnya papan informasi di perkantoran. Item-item itu terjabarkan dalam anggaran Pendapatan, anggaran Belanja, dan anggaran Pembiayaan Desa.
“Kami menyusun sesuai format dalam UU Nomor 4 Tahun 2014, ” Gaffar mengatakan sudah sepantasnya desa transparan, mulai dari anggaran hingga informasi penting untuk warga. Apa lagi, kata dia, amanah dalam Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, punya kewenanan seperti itu. “Sejak berdiri saya memang sudah punya keinginan untuk seperti itu. Saya terinspirasi setelah ikut kegiatan-kegiatan organisasi Karang Taruna dulu, ” kata Gaffar di kantornya, Selasa, 1 Desember 2015, lalu.
Dia juga bercerita bila pernah mencalonkan diri menjadi calon Kades pada Pemilihan Kepala Desa Bonto Marannu, dengan visi-misi transparansi desa. Hanya saja tidak terpilih. “Tujuan saya ingin pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat terpenuhi, dan juga merata tentunya, ” Membangun sistem keuangan yang transparan bagi Gaffar sepertinya tidak ada kendala yang berarti, apa lagi format dan aturannya sudah ada di UU Desa Tahun 2014. Bupati Takalar Burhanuddin Baharuddin juga selalu mengdengung-dengungkan transparansi anggaran kepada aparat desa.
Papan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di dinding kantor desa Kalukubodo, Kecamatan Galesong Selatan. Semua program dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDes) dituangkan di APBDesa itu. Dana APBDesa 2014-2015 Desa Kalukubodo totalnya Rp 411.019.000. Anggaran itu berasal dari Dana Desa (DD) sebesar Rp 289.420.000 dan Anggaran Dana Desa (ADD) sebanyak Rp 121.599.000.
“Anggaran ini tidak semua cair, hingga saat ini (Desember), baru 40 persen yang cair. Mungkin awal 2016 semua sudah cair. Untuk pencairan kami harus memasukan pertanggungjawaban keuangan yang sudah diterima sebelumnya, ” kata dia.
Item-item APBDesa itu terjabarkan tiga bagian besar, yakni Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Pada bagian Pendapatan disebutkan Pendapatan Asli Desa (PAD), namun PAD yang meliputi hasil usaha, swadaya partisipasi dan gotong royong serta pendapatan lain, belum ada. Namun, BUMDes yang mengelola instalasi air sumur bor berpotensi untuk dijadikan pendapatan. “Tahun depan kami akan masukan sebagai PAD kita, ” kata Gaffar, sambil menjelaskan bila BUMDes Daya Guna ini punya pelanggan sekitar 200 kepala rumah tangga.
Ada enam sumber pendapatan yang dirumuskan dalam Pendapatan Transfer, yakni DD yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), ADD yang disalurkan melalui Pemerintah Kabupaten Takalar. Empat lainnya, yakni hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten, bantuan keuangan, bantuan provinsi dan bantuan kabupaten. Hanya saja, pos anggaran ini masih kosong.
Gaffar menjelaskan secara garis besar alokasi dana DD diperuntukan untuk pembangunan fisik sementara dana dari ADD dialokasikan untuk dana rutin, seperti gaji Kades, aparat desa, dan Badan Permusyawaratan Desa. Juga operasional kantor.
Untuk tahun ini, APBDesa difokuskan pada pembangunan fisik di beberapa titik di tiga dusun desa Kalukubodo.”Tahun ini kita fokuskan untuk pembangunan fisik, pendidikan, dan keagamaan, ” kata Gaffar.
Pembangunan itu meliputi pembangunan drainase, penanggulangan abrasi pantai, pembangunan dekker, pembangunan Talaud, pengadaan jamban keluarga, pembangunan gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PUAD) dan pembangunan lantai masjid.
Pembangunan dianggap paling penting di desa ini adalah pembangunan bronjong untuk mengatasi abrasi pantai, maklum di desa terletak di pinggir laut yang 70 persen warga berprofesi sebagai nelayan dan bermukim di pinggir pantai. Bila musim hujan kadang air pasang hingga ke rumah-rumah warga.
Di desa ini juga hanya dusun Pa’battoang dan dusun Bilayya yang dilintasi pantai. Namun pembangunan brojong itu tahun ini tidak serempak dua dusun. “Tahun ini kita fokus di Pa’battoang. Tahun depan di dusun Pa’bilaya. Agar pembangunan merata dan tidak ada kecemburuan sosial antar warga dusun, ” kata Gaffar.
Menurut Gaffar semua pembangunan fisik itu pada dasarnya mendesak dan penting dilakukan. Seperti pembangunan drainase, tahun ini difokuskan di muara air dan drainase sepanjang 140 meter di dusun Pa’battoang. Kemudian pembangunan tahap II dilanjutkan tahun depan yang arah ke dusun-dusun. Untuk pembangunan PUAD, perencanaan bagunan semi permanen awalnya berada di dekat rumah Gaffar. Namun setelah konsultasi, pembangunan dialihkan ke samping kantor desa.
“Proyek ini dipindahkan ke samping kantor. Kebetulan tanah aset desa cukup lapang. Tahun depan akan dibangun secara permanen. Jadi, anggaran untuk PUAD tahun ini dialihkan ke pembangunan drainase, ” Gaffar bercerita dengan disahkan UU Desa, apa yang ingin dikerja sudah bisa tanpa menunggu waktu yang cukup lama.
Dia membandingkan dengan pengelolaan desa kebanyakan saat ini yang diajukan ke pemerintah Kabupaten dan Provinsi dan menuggu lama dan faktor kedekatan dengan aparat diatasnya ikut mempengaruhi. “Dulu lama, kalau pun ada (program disetujui) biasa lama. Perlu dijemput, diikuti. Dibagi-bagi dan orang berlomba-lomba, siapa yang dekat dia yang dapat, ” bebernya.

Kepala Desa Kalukubodo bersama warga saat pelatihan Keterbukaan Informasi bersama Infest Yogyakarta, (Agustus 2015).
Dengan transparan, pengelola desa juga bisa menjawab isu-isu yang beredar selama ini, bahwa tiap desa akan mendapatkan anggaran Rp1,4 miliar lebih. Padahal tidak ada. “Jangan sampai masyarakat beranggapan ada anggaran bermiliaran sementara pembangunan sedikit. Karena itulah yang selalu kita inginkan tranparan ke masyarakat, ” kata Gaffar.
Dengan adanya papan APBDesa ini, tidak hanya warga, tamu luar yang bertandang ke kantor desa ini pun bisa melihat pajangan proyek dan anggarannya itu. “Warga yang lewat biasa singgah disini atau ada urusannya bisa melihat papan. Sebarkan ke tetangga, ” kata Gaffar. Dengan begitu, tak ada kecemburuan sosial masing-masing dusun, lanjutnya Rahman Bunga yang memangku jabatan Kepala Dusun Pa’battoang sejak 10 tahun lalu menyadari betapa bedanya pengelolaan keuangan desa. Hingga pembangunan bisa dikendali sesuai keinginan warga. “Semua kebutuhan diusulkan di Musrembang lalu masuk RPJMDes dan ter-cover di APBDesa. Transparansinya beda. Pembangunan cukup baik. Alhamdulillah, ” ucapnya.
Sementara Imam Desa Kalukubodo, Haruna Daeng Ngerang juga menyadari dengan adanya papan APBDesa itu memudahkan warga mengetahui jumlah dan laju pembangunan desa. “Disini, tidak ada pembangunan tak diketahui oleh warga, semuanya sudah diketahui, ” kata Haruna di rumahnya. Gaffar mengaku sejumlah Kades pernah singgah melihat langsung papan APBDesanya, sekedar bertanya-tanya atau tergerak ingin melakukannya juga. Namun, kata dia, sepertinya mereka masih gengsi untuk belajar. “Sepertinya mereka masih malu-malu belajar kepada kami, mungkin mereka anggap kami desa baru, ” ujar Gaffar. (Azis Kuba/rakyatulsel.com)
Sumber: rakyatsulsel.com