Pencairan Dana Desa Tahap III Tidak Logis

Penyaluran dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah memasuki tahap ke III. Total alokasi dana desa 2015 sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa di 434 kabupaten/kota. Teknis pencairan dana desa dilakukan dalam tiga tahap, April (40 persen), Agustus (40 persen) dan Oktober (20 persen).

Seharusnya, dana desa tahap III sudah dicairkan pada pekan kedua Oktober. Namun, hingga memasuki pekan kedua Desember, banyak desa yang belum Keterlambatan pencairan di tahap I dan II menyebabkan keterlambatan pencairan tahap III. Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo realisasi dana desa per tanggal 21 Oktober 2015 sudah mencapai Rp 16,61 triliun atau 80% dari total dana desa. Menurutnya, alasan penundaan pencairan dana desa tahap ketiga karena masih banyak daerah yang belum melaporkan realisasi dana desa tahap I dan II.

Dampak dari keterlambatan-keterlambatan itu ditanggung oleh desa. Menurut Yulianti, Sekretaris Desa Tunjungtirto, Kabupaten Malang hingga memasuki minggu pertama bulan Desember, dana desa tahap III belum juga cair. Hal tersebut menyulitkan desa untuk meralisasikan perencanaan pembangunan di desa.

Hal yang sama diungkapkan Sutriyah, staf pemerintah Desa Jatilawang, Kabupaten Banjarnegara. Hingga minggu kedua Desember, belum ada kepastian pencairan dana desa. Untuk menyelesaikan pembangunan di desa, pemerintah Desa Jatilawang harus berhutang di toko material. “Pembangunan jadi terhambat sementara kita dituntut harus selesai Desember. Bisa dibayangkan betapa sulitnya,” terangnya.

Menurut Frisca Arita Nilawati, Manajer Program Desa Infest Yogyakarta menilai pencairan dana desa tahap III yang terlambat hingga bulan Desembet tidak masuk akal. Menurutnya, menjadi kesulitan bagi desa untuk memanfaatkan dana dalam waktu kurang dari satu bulan. Selain itu, desa juga akan mengalami kesulitan dalam merealisasikan perencanaan desa yang telah disusun.

Hal senada juga diungkapkan oleh Roy Salam, peneliti di Indonesia Budget Center. Menurutnya, pencairan dana desa yang terlambat hingga bulan Desember sudah tidak logis. Sebab, akhir Desember desa sudah tutup buku. Artinya, desa sudah tidak bisa melakukan transaksi keuangan.

“Sudah tidak logis karena harus menghabiskan dana kurang dari waktu satu bulan. Hal tersebut akan memicu terjadinya praktik pemborosan dan korupsi,” terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *