“Ternyata dari jawaban warga yang sudah saya survei, semuanya bersedia untuk swadaya dalam pembangungan di desa. Dalam proses wawancara survei, saya memang menerangkan bahwa yang dimaksud kesediaan swadaya itu tidak harus berupa uang. Bisa tenaga atau usulan untuk pembangunan di desa. Mereka juga mulai paham bahwa pembangunan di desa itu tidak hanya pembangunan fisik (infrastruktur), namun juga bisa memberi masukan untuk tata kelola pemerintahan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di desa.”
(Painah, warga Desa Pringamba, Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara).
Di Desa Pringamba, melakukan survei partisipatif untuk perbaikan layanan publik merupakan pengalaman kali pertama dilakukan di desa. Mereka bahkan tidak menyangka bahwa ternyata warga desa bisa terlibat dalam proses survei layanan publik. Bahkan bukan sekadar petugas survei, karena dalam setiap tahapannya mereka terlibat. Mulai dari persiapan survei seperti mengidentifikasi seluruh jenis layanan publik di desanya, mulai dari jasa publik, barang publik, sampai yang bersifat administratif. Selanjutnya, mereka juga tidak menyangka bahwa mereka bisa membuat instrumen survei sendiri, sampai melakukan tahap survei lainnya yang sangat penting untuk dilakukan.
Apa yang diungkapkan ibu Painah, hanya salah satu pengalaman dari sekian pengalaman warga lainnya yang tergabung dalam Tim Pembaharu Desa (TPD). Selainnya, ada pengalaman pemuda desa yang dengan semangatnya melakukan survei layanan publik sampai tengah malam. Cuaca dingin di Desa Pringamba serta jalanan yang tertutupi kabut, tak membuat mereka menyerah. Menurut mereka, banyak warga yang hanya bisa ditemui pada malam hari. Bagi mereka, ini merupakan tantangan demi perbaikan layanan publik di desanya.
Apa yang disampaikan ibu Painah, juga diakui oleh Kepala Desa (Kades) Pringamba, Adipati Karno. Dia mengungkapkan, warga di desanya merupakan warga yang masih memegang teguh proses gotong royong. Gotong royong dalam proses pembangunan desa merupakan tradisi yang masih dilakukan warga di desanya. Kendati demikian, dalam proses penggalian gagasan pembangunan khususnya bagi warga miskin, pada umumnya warga hanya mengetahui pembangunan fisik (insfrastruktur). Namun, dari proses penguatan kapasitas Perencanaan Apresiatif Desa (PAD), ia mengakui bahwa proses ini telah membuka pengetahuan warga tentang pembangunan di desanya. Tantangannya saat ini bagaimana mampu menggali usulan warga yang tidak semata usulan untuk pembangunan fisik, namun juga untuk pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Awalnya Warga Kurang Terbuka
Pada tahap awal mengidentifikasi jenis layanan publik di desanya, pada umumnya warga tidak begitu detail. Hal ini tidak terlepas dari ketidaktahuan mereka terkait layanan publik di desanya. Bukan hanya identifikasi layanan publik yang sudah tersedia di desanya, namun juga terkait layanan publik yang belum tersedia, serta sudah tersedia namun membutuhkan perbaikan dalam pelayanan dan pemeliharaannya. Pada tahap awal, hal ini biasa terjadi di setiap desa, dimana warga kurang mau berbagi informasi atau bisa jadi mereka memang tidak begitu mengetahui layanan publik di desanya. Namun dari proses penguatan kapasitas survei perbaikan layanan publik, mereka akhirnya mulai paham dan semakin terbuka membagi informasi yang terjadi di desanya.
Desa Pringamba merupakan salah satu desa di Kabupaten Banjarnegara yang baru mempraktikan perencanaan apresiatif desa (PAD) di tahun 2017. Selain Pringamba, ada juga Desa Karangkemiri di Kecamatan Wanadadi. Proses penguatan kapasitas PAD dimulai pada 6-7 September 2017. Proses penguatan hanya salah satu tahap kegiatan sebelum warga melakukan rangkaian kegiatan tindak lanjut. Dalam proses perumusan prioritas perbaikan layanan publik, salah satu tahapan yang dilakukan adalah menentukan peringkat prioritas perbaikan. Namun dalam penentuannya dilakukan secara partisipatif antara warga dan seluruh unsur masyarakat di desa. Sehingga, meskipun TPD telah merumuskan jenis layanan publik yang akan disurvei, namun mereka tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa melalui proses musyawarah desa (Musdes). Dari proses Musdes kemudian terjadi masukan-masukan dari warga maupun kelembagaan-kelembagaan yang ada di desa.
Apa yang sudah dirumuskan TPD merupakan layanan publik yang akan diprioritaskan dalam perbaikan layanan. Baik yang bersifat administratif, barang publik maupun layanan publik. Prioritas perbaikan layanan publik yang telah dirumuskan bersama TPD, menjadi dasar dalam penyusunan instrumennya mulai dari kuesioner hingga penyusunan format survei. Tahapan tersebut dilakukan selama dua hari. Selain tim survei layanan publik, TPD juga terbagi dalam lima tim, yaitu tim pemetaan kewenangan desa, pemetaan aset dan potensi desa, penggalian usulan kelompok marginal, pemetaan kesejahteraan berdasarkan indikator lokal desa, serta survei perbaikan layanan publik secara partisipatif. Pelatihan Perencanaan Apresiatif Desa (PAD) atau Apreciative Village Planning (APV) di dua Desa ini merupakan program kerjasama Infest Yogyakarta bersama Pemkab Banjarnegara, dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kab. Banjarnegara. Tahapan proses program ini telah dimulai sejak awal tahun 2017.
====
*Tulisan ini berdasarkan pengalaman pembelajaran Alimah Fauzan, gender specialist di Institute of Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest Yogyakarta ) selama melakukan pengorganisasian Perencaaan Apresiative Desa (PAD) di Kabupaten Banjarnegara. PAD merupakan salah satu tahapan kegiatan yang diselenggarakan Infest Yogyakarta atas kerjasama Pemkab Banjarnegara. Keterangan dalam tulisan ini berdasarkan informasi pembelajaran dan pengalaman bersama warga di desa dampingan.