Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Mengukur dan Membuat Strategi Perubahan di Desa

Malang– TIga desa di Kabupaten Malang (Jambearjo, Kucur, dan Tunjungtirto) telah mendapatkan pengetahuan tentang Undang-undang Desa, identifikasi kewenangan desa, perencanaan apresiatif, identifikasi potensi aset desa dan Keterbukaan Informasi Publik. Proses pembelajaran beberapa materi ini dilakukan langsung di masing-masing desa.

Tim Pembaharu Desa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berdasarkan teori saja, melainkan juga melakukan praktik langsung. Mereka mengidentifikasi, menganalisis dan menentukan strategi pengembangan aset serta potensi yang ada di desa masing-masing. Tim Pembaharu Desa juga telah membuat indikator kesejahteraan lokal sekaligus melakukan sensus.

Dalam Pertemuan Tim Pembaharu yang dilaksanakan di Desa Tunjungtirto, Rabu (05/08/2015) hendak mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang sudah terjadi. Kegiatan ini diikuti oleh 30 orang tim pembaharu dari tiga desa.

Pertemuan yang dipandu oleh Frisca Arita Nilawati, selaku Manajer Program Desa Infest Yogyakarta ini diawali dengan mendata semua kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan di desa. Setelah itu dilanjutkan identifikasi perubahan apa saja yang sudah terjadi dan yang akan direncanakan. Kemudian merumuskan strategi yang mungkin dilakukan oleh Tim Pembaharu Desa lima bulan kedepan.

Tim pembaharu di masing-masing desa diberikan waktu untuk mendiskusikan perubahan-perubahan yang terjadi hingga strategi yang bisa dilakukan. Kemudian masing-masing perwakilan dari desa mempresentasikan hasil diskusinya.

Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Edi selaku perwakilan dari Desa Kucur menyampaikan bahwa ada beberapa perubahan yang terjadi di kucur, yaitu:

  1. Desa memiliki indikator kesejahteraan lokal yang digunakan untuk mendata seluruh warga desa dan mengklasifikasikan menjadi sangat kaya, kaya, miskin dan sangat miskin.
  2. Desa memiliki data terkait dengan aset dan potensi desa yang selama ini belum terjamah dan dikembangkan secara maksimal.
  3. Tim Pembaharu Desa memahami kewenangan desa dalam menjalankan roda pemerintahan desa.
  4. Melalui pembelajaran keterbukaan informasi, Tim Pembaharu memahami bahwa tidak ada dokumen di desa yang sifatnya rahasia.

Sementara, H. Sugianto kader Pembaharu Desa Jambearjo menyampaikan beberapa pembelajaran di desanya, antara lain:

  1. Terkait pendataan keluarga miskin. Selama ini pendataan keluarga miskin hanya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) saja. Desa belum memiliki data sendiri yang bisa digunakan dalam menentukan kebijakan pada level desa. Nah, dengan membuat kriteria kesejahteraan lokal dan melakukan sensus, desa menjadi memiliki data yang bisa digunakan sebagai rujukan perencanaan di desa.
  2. Tim pembaharu dan perangkat desa mengetahui sejauh mana wewenang desa sebagaimana diatur dalam UU Desa dan turunannya.
  3. Aset desa yang selama ini belum tersentuh, kini mulai diperbincangkan ulang untuk dimaksimalkan sebagai kekuatan desa.
Tim pembaharu desa 3 desa menyimak paparan dari salah satu desa

Tim pembaharu desa 3 desa menyimak paparan dari Frisca Nilawati

Sekretaris Desa Tunjungtirto, Yulianti juga menyampaikan beberapa perubahan yang terjadi di desanya. Menurut hasil diskusi dengan Tim Pembaharu di Desa Tunjungtirto ada beberapa perubahan, antara lain:

  1. Pemerintah Desa Tunjungtirto memiliki data aset dan potensi desa. Dengan demikian kedepan bisa dikelola, dijaga dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa.
  2. Pemerintah desa bisa mengetahui secara rinci tingkat kemiskinan di desa berdasarkan indikator yang ada. Dengan demikian, desa bisa mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
  3. Desa bisa melakukan klasifikasi terkait dengan informasi yang harus disediakan berdasarkan jenisnya. Dengan demikian, masyarakat umum bisa mengakses langsung informasi yang dibutuhkan melalui website ataupun datang langsung ke kantor desa.
  4. Pemerintah desa dan Tim pembaharu desa mengetahui substansi UU desa dan membuat perencanaan berdasarkan pada kewenangan, potensi dan aset desa yang dimiliki.

Selain membahas terkait dengan perubahan yang terjadi, masing-masing tim pembaharu dari 3 desa juga menyampaikan tantangan yang dihadapi dan strategi yang akan dilakukan. Tim pembaharu dari desa lain juga diberikan kesempatan untuk menanggapi dan memberikan masukan terkait proses dan tantangan yang ada.

Menjelang akhir dari pertemuan, Frisca memberikan simpulan dari beberapa hasil presentasi yang dilakukan masing-masing desa. Selain itu, ia juga memberikan rencana kerja yang akan dilakukan oleh Infest bersama dengan Tim Pembaharu Desa 5 bulan ke depan. Frisca menjelaskan ada beberapa hal yang bisa dilakukan secara bersama-sama, diantaranya:

  1. Membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang aset desa, kewenangan desa dan kesejahteraan desa.
  2. Melakukan revisi atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) sesuai dengan data potensi dan aset yang telah didata selama proses perencanaan apresiatif desa berlangsung.
  3. Desa membentuk tim pengembangan aset dan potensi desa.
  4. Pemanfaatan TIK sebagai media pengelolaan keuangan desa.

Menurut Frisca, paling tidak ketiga desa di Malang dalam 5 bulan ke depan akan diajak secara bersama-sama mencapai keempat hal di atas. “Keempat hal di atas tidak akan terwujud tanpa partisipasi dan kemauan dari pemerintah desa dan Tim Pembaharu Desa yang ada,” pungkasnya mengakhiri forum. (EP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *