Ketika Air Bersih hanya Dinikmati Kelompok Tertentu

Gemah ripah loh jinawi, demikian ketika warga Desa Jatilawang dengan bangga menggambarkan desanya. Desa yang kaya akan sumber daya alamnya (SDA). Desa Jatilawang adalah salah satu desa di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara. Desa Jatilawang diberkahi sumber mata air yang cukup banyak.  Ironisnya, masih banyak warga terutama warga miskin yang tidak bisa menikmati air bersih. Apalagi ketika musim kemarau panjang, banyak warga yang masih kekurangan air bersih.

Jatilawang

Salah satu sudut Desa Jatilawang, Wanayasa, Banjarnegara.

Kondisi ini juga ramai dikeluhkan warga saat musyawarah menentukan jenis layanan publik dasar di desa serta sejumlah kasus yang ada di desa. Tidak hanya warga yang mengeluhkan langkanya air bersih di Jatilawang. Hal yang sama juga diakui perangkat pemerintahan desa, Rini Lusiana. Menurutnya, ketidaktahuan warga yang masih kurang adil membagi air bersih masih berebutan siapa cepat siapa dapat.

Sumber mata air bersih selama ini dikuasai kelompok masyarakat yang mampu membayar. Sementara biaya mendapatkan air bersih memang mahal. Tidak heran jika banyak warga kurang mampu belum bisa mengakses air bersih tersebut. Di Dusun Jatilawang RT 01 RW 01 misalnya, masih banyak warga yang belum mempunyai air bersih secara pribadi. Warga masih banyak yang numpang di salah satu warga yang punya air bersih. Pada saat musim kemarau masih ada saja yang memakai air bersih untuk menyirami tanaman mereka (tanaman kentang) tanpa memperhatikan betapa pentingnya air bersih.

Jpeg

Proses menentukan prioritas perbaikan layanan publik di desa Jatilawang

Sebagai catatan bahwa kebanyakan mata air di Desa Jatilawang terletak di pegunungan atau bukit di daerah perladangan petani. Analisa Rini, terkadang ada pohon yang diambil sebagai kayu bakar sehingga terjadi kekeringan di dekat mata air tersebut. Selain itu, sumber air bersih selama ini dikelola oleh kelompok masyarakat dan sudah ada struktur kepengurusannya sendiri. Perangkat pemerintahan desa yang seharusnya menjadi penyelenggara layanan publik untuk pengadaan air bersih, mengaku sempat kecolongan alias tidak tahu menahu terkait pengelolaan secara kelompok tersebut. Sehingga saat ini penting bagi perangkat pemerintahan desa untuk duduk bersama warga dalam musyawarah terkait pengelolaan sumber mata air di desa Jatilawang.

Selain persoalan air bersih, warga juga banyak mengeluhkan persoalan maraknya pernikahan dini serta rendahnya minat masyarakat menyekolahkan anaknya. Kendati demikian, dalam proses penentuan peringkat prioritas layanan publik di Jatilawang berdasarkan kategori layanan administrasi, jasa publik, maupun barang publik, pengadaan sarana air bersih tetap menjadi urutan pertama dalam peringkat prioritas perbaikan layanan dasar di desa.

Lalu menyusul prioritas layanan dasar untuk saluran pembuangan sampah desa, pendidikan dan pengadaan gedung PAUD, pendataan jaminan kesehatan tepat sasaran, pengadaan drainase (saluran irigasi), perbaikan jalan kampung, layanan dokumen pernikahan, di bidang pendidikan dalam hal sosialisasi dana BOS dan BSM, Informasi atau media informasi, layanan kesehatan, pembuatan akta lahir & KTP, dan pengadaan gedung posyandu.

Proses menentukan peringkat prioritas layanan publik dasar di desa hingga menyusun instrumen survei layanan publik dasar di desa ini dilakukan secara partisipatif dalam pelatihan perbaikan layanan publik dasar di desa Jatilawang. Pelatihan yang diselenggarakan oleh Infest Yogyakarta difasilitasi oleh Mujtaba Hamdi dari perkumpulan media lintas komunitas (Media Link) Jakarta. Peserta terdiri dari ibu-ibu peserta Sekolah Perempuan, perwakilan perangkat pemerintahan desa, serta kelembagaan yang ada di desa, di balai desa Jatilawang pada Rabu-Kamis (29-30/09/15). Rencana tindak lanjut dari pelatihan ini, kelompok perempuan dan perangkat pemerintahan desa akan melakukan serangkaian kegiatan survei layanan publik dasar di desa Jatilawang.

Di antaranya seperti musyawarah menentukan tim survei dan menetapkan format survei secara partisipatif sekaligus pembekalan persiapan survei, lalu melakukan survei layanan publik, musyawarah verifikasi hasil survei, perbaikan berdasarkan hasil verifikasi, menyusun dokumen rekomendasi berdasarkan hasil verifikasi prioritas perbaikan layanan publik, pengawalan dari kelompok perempuan dan pemerintahan desa hingga dokumen rekomendasi tersebut dijadikan dasar kebijakan pembangunan pemerintahan desa baik untuk RPJMDesa, RPKDesa, maupun APBDesa. [Alimah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *