“Kami bercermin dari orang berkebutuhan khusus (difabel), terus semangat dan kreatif, berani berbicara dan menulis.”
Kalimat tersebut dituliskan Rumiati, kader Sekolah Perempuan Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara berjudul “Aset dan Potensi Sumber Daya Manusia (SDM)”. Jumat (7/8/2015) kemarin, Sekolah Perempuan telah memasuki pembahasan tentang menarasikan proses pembangunan di desa, termasuk aset dan potensi yang ada di desa. Ini adalah pengalaman pertama Rumiati menarasikan tentang desanya.
[baca juga: Perempuan Pembaharu Desa Bicara Kesetaraan Gender hingga BUMDesa]
Dalam tulisannya, Rumiati menuliskan bahwa di desanya memiliki aset SDM menekuni beragam profesi dalam beberapa bidang, seperti pendidikan, kesehatan, wirausaha, perajin batik, gula kristal, gula semut, petani, dan beragam profesi lainnya. Namun menurutnya, ada yang membuatnya sangat terkesan dan mendapatkan banyak pelajaran berharga saat proses identifikasi aset dan potensi di desanya. Salah satunya adalah bagaimana kelompok difabel di desanya tetap mampu menjalankan kehidupan selayaknya mereka yang non-difabel.
Ia menuliskan kisah Pak Nadi, tetangganya yang difabel. Sehari-hari Pak Nadi membuat kerajinan dari bambu, seperti rinjing, cepon, dan nampan. Kendati mempunyai keterbatasan secara fisik, Pak Nadi tetap semangat dan kreatif.
“Mereka menjalani kehidupan selayaknya manusia normal. Mereka tetap semangat bekerja. Dengan bantuan kaki palsu mereka berjalan,” demikian penggalan narasi yang ditulis Rumiati. Dengan detail ia menuliskan temuannya saat proses identifikasi aset dan potensi SDM di desanya.
Selain Rumiati, ada Admini yang bercerita tentang Pos PAUD di desanya. Sehari-hari, selain menjaga warung kecil depan rumahnya, Admini turut membantu kegiatan di Pos PAUD. Dalam tulisannya, dia memaparkan bagaimana dia dan para ibu lainnya yang membantu kegiatan PAUD tidak pernah digaji atau menerima imbalan semestinya. Pos PAUD di Gumelem Kulon belum memiliki gedung sendiri. Selama ini masih menumpang dan kondisinya hampir roboh.
“Namun, kami tetap semangat berjuang, demi warga Gumelem Kulon. Kami belum pinter, tapi aku semangat untuk belajar. Kami ingin anak-anak kami sekolah setinggi-tingginya,” tulis Admini tentang Pos PAUD.
Selain Admini dan Rumiati, masih ada ibu-ibu peserta Sekolah Perempuan Desa Gumelem Kulon lainnya yang menarasikan aset dan potensi di desanya. Mereka tidak semata menuliskan nama-nama aset dan potensi di desanya, namun dengan jeli memaparkan kondisi aset, tantangan, peluang, dan harapan mereka untuk desanya.
Melalui tulisan, mereka mulai aktif mengungkapkan gagasannya tentang desa. Apa yang mereka sampaikan cukup beragam berdasarkan pengalamannya masing-masing. Suara mereka tidak semata bentuk kegelisahan terhadap kondisi kaumnya, melainkan juga mempertimbangkan sisi kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka sebagai generasi penerus bangsa. [baca juga: Oh, Ternyata Perempuan Bisa Menjadi Anggota BPD?]
Semoga apa yang mereka tuliskan tidak tertahan hanya saat pembahasan perencanaan pembangunan desa. Kehadiran perempuan tidak lagi sekadar memenuhi kuota. Masukan-masukan mereka dalam perencanaan desa didengar dan turut menjadi sumber daya penting dalam pembangunan di desanya.
Ping-balik: Perempuan Berkisah
Ping-balik: Narasi Data Aset dan Potensi Desa | Sekolah Desa
Ping-balik: Menulis Dari Hal Sederhana Hingga Kompleksnya Persoalan Desa | Sekolah Desa
Ping-balik: Menulis Hal Sederhana hingga Kompleksnya Persoalan Desa | Perempuan Berkisah