Kades Pringamba: “Kami yakin data yang kami hasilkan sendiri”

“Kami yakin dengan data yang kami hasilkan sendiri, karena kami terlibat melakukan semua prosesnya bersama warga”

(Karno, Kades Pringamba, Kec. Sigaluh, Kab. Banjarnegara)

Dengan tegas dan percaya diri, Kades Pringamba mengungkapkan pengalamannya selama melakukan pendataan kesejahteraan dari rumah ke rumah. Pendataan kesejahteraan yang dilakukan di tiap kepala keluarga (KK), tentu saja berbeda dengan pendataan yang dilakukan berbasis RT atau sampel dari keseluruhan jumlah penduduk. Karena dalam satu rumah, bisa jadi ada dua atau lebih jumlah KK. Sehingga, dalam proses pendataan ini dibutuhkan tim yang tidak sedikit. Karena proses pendataan partisipasi yang dilakukan bersama warga, maka membuat prosesnya lebih ringan. Pemdes dan warga juga memiliki rasa percaya diri, rasa memiliki terhadap data yang begitu kuat. Karena dalam setiap tahapan prosesnya, mereka telah dilibatkan dan data yang dihasilkan pun menjadi milik mereka yang kapanpun dapat diperbaiki jika terjadi kekeliruan.

Desa Pringamba merupakan salah satu Desa di Kabupaten Banjarnegara, yang tahun ini tengah mengupayakan perencanaan yang apresiatif di desanya. Selain Pringamba, tahun ini juga ada Desa Karangkemiri di Kecamatan Wanadadi. Tentu saja, setiap perubahan membutuhkan tahapan kegiatan yang tidak singkat. Apalagi dalam prosesnya dibutuhkan partisipasi warga di desa. Sejak pertengahan tahun 2017, Pemerintah Desa (Pemdes) bersama warga Pringamba pun mulai bekerja keras untuk melakukan perubahan di desanya. Perubahan tersebut dimulai dengan melakukan perubahan perencanaan pembangunan di desanya. Perencanaan pembangunan desa yang sebelumnya berbasis masalah, kini mulai diubah menjadi perencanaan pembangunan yang berbasis aset dan data-data usulan kelompok marginal. Beberapa bulan sebelum melakukan perubahan dokumen rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa), Rencana Kerja Pembangunan Jangka Menengah Desa (RKPDesa), dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), Pemdes bersama warganya telah bekerja keras menghasilkan data-data partisipatif sebagai bahan review RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa.

Perubahan: Sulit di Awal, Gaduh di Pertengahan, dan Hebat di akhir

Salah satu warga yang sedang melakukan rekap data survei perbaikan layanan publik.

Apa yang diungkapkan Kades Pringamba, merupakan pengalamannya yang secara langsung terlibat dalam proses pendataan kesejahteraan yang dilakukan di desanya bersama warga. Keterlibatan Pemdes dan warga dalam proses pendataan juga dilakukan di Desa Karangkemiri. Selain data kesejahteraan, Pemdes dan warga juga secara partisipatif telah menghasilkan data kewenangan desa, data aset dan potensi desa, data kesejahteraan lokal, data prioritas perbaikan layanan publik dasar di desa, serta data usulan kelompok marginal. Berdasarkan data-data partisipatif yang mereka hasilkan sendiri, akhirnya mampu memunculkan usulan program maupun kegiatan yang dikompilasi dalam 4 bidang, yaitu pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.

Masing-masing desa memiliki pengalamannya sendiri terkait tantangan saat melakukan pendataan. Termasuk pada tahap awal proses fasilitasi survei layanan publik partisipatif, serta pemetaan sosial lainnya, tidak jarang Pemdes dan warga di hampir semua desa dampingan merasa tidak memiliki kapasitas menghasilkan data sendiri. Mana mungkin kami menghasilkan data sendiri? Apalagi merumuskan semua prosesnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan survei sampai laporan pertanggungjawaban bersama warga? Merumuskan instrumen sendiri? Bagaimana caranya? Sedangkan selama ini warga jarang dilibatkan, bahkan data pun selama ini hanya milik supradesa, data kemiskinan milik BPS, apalagi data survei perbaikan layanan publik dasar seperti prioritas untuk kesehatan, pendidikan, dan sejumlah prioritas usulan lainnya? Begitulah, namun keinginan untuk berubah dan mau belajar tanpa sadar telah mengubah cara pandang mereka, mereka pun kian optimistis, bukan hanya Pemdes, warga yang telibat dalam setiap tahapannya, pun mulai merasa “diwongke”, dimanusiakan.

Memperkuat kapasitas warga dan pemdes untuk menghasilkan perencanaan apresiatif desa (PAD) bukan sekadar seremonial satu dua hari jadi lalu pulang. Lebih dari itu, perlu hadir di tengah mereka, di tengah lingkungannya, mendengarkan dan menjadi teman belajar, intens komunikasi bisa berminggu-minggu dan berbulan-bulan, selain itu juga terus memastikan bagaimana mereka mengatasi tantangan, capaian, serta strategi yang mereka terapkan sendiri, dan sejumlah hal-hal lain yang terkesan sepele namun penting. Jangan sampai pengetahuan dan pembelajaran hanya berhenti di satu dua orang, lalu usai menjadi sekadar pengetahuan yang entah benar-benar dipahami atau tidak.

Data hasil analisa prioritas perbaikan layanan publik ini pun hasil kerja keras warga dan Pemdes. Ini hanya secuil dari sekian data yang yang telah warga dan Pemdes hasilkan, mulai dari data kesejahteraan lokal, data dan Perdes Kewenangan, data aset dan potensi desa, dan data usulan kelompok marginal. Tapi menghasilkan data bukanlah tahap akhir, karena setelah melalui tahap pemetaan sosial, kini saatnya mereka memanfaatkan data-datanya sebagai bahan rujukan RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa. Setelah masuk dalam dokumen-dokumen penting tersebut, pun masih ada proses lain yaitu mengawal proses pelaksanaan pembangunannya secara aktif dan kritis. Perubahan di sejumlah desa dampingan Infest Yogyakarta yang paling terlihat adalah bagaimana pembangunan di semua bidang mulai menyasar kelompok-kelompok marginal. Di antaranya, desa mulai menganggarkan tunjangan hari tua untuk semua Lansia miskin di desanya, mengaggarkan program untuk kaum difabel, tidak sekadar memberikan bantuan instan, namun memastikan penyembuhannya hingga memberdayakannya di desa.

=============

*Tulisan ini berdasarkan pengalaman pembelajaran Alimah Fauzan, gender specialist Institute of Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest Yogyakarta ) selama melakukan pengorganisasian Perencaaan Apresiative Desa (PAD) di Kabupaten Banjarnegara. PAD merupakan salah satu tahapan kegiatan yang diselenggarakan Infest Yogyakarta atas kerjasama Pemkab Banjarnegara. Keterangan dalam tulisan ini berdasarkan informasi pembelajaran dan pengalaman bersama warga di desa dampingan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *