Setelah sukses dengan inovasi sumur terintegrasi untuk pertanian, kini pemerintah Desa Bringinan, salah satu desa dampingan Infest Yogyakarta di Kabupaten Ponorogo, mulai mengembangkan ke bidang lain yaitu perikanan dan wisata kolam renang. Hal ini disampaikan oleh kepala desa Bringinan, Barno, bahwa tujuan adanya inovasi sumur dalam terintegrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Pada awalnya kami memang fokus pada bidang pertanian, mengingat kondisi lahan di desa ini yang sulit mendapat air di musim kemarau maka kami mencari solusi dengan membuat sumur dalam terintegrasi. Dan hasilnya masyarakat tidak kesulitan mendapat air untuk mengairi sawahnya meskipun di musim kemarau. Seperti saat ini, hampir di seluruh desa nampak ijo royo-royo, berbagai jenis tanaman tumbuh subur di tengah musim kemarau,” tutur tutur Barno saat ditemui oleh penulis Sabtu (26/10).
Lebih lanjut, Barno mengungkapkan bahwa inovasi sumur terintegrasi telah banyak memberikan manfaat bagi warganya. Setelah sukses dibidang pertanian, Barno kini mulai mengembangkan fungsi sumur terintegrasi ke bidang perikanan. Salah satunya untuk budidaya ternak ikan lele di dukuh Kedung. Saat ini ada 8 buah kolam lele yang menggunakan air dari sumur terintegrasi. Tidak puas sampai di situ, kini Barno mulai melirik bisnis kolam renang yang dirasa cukup menjanjikan.
“Jadi warga desa Bringinan suka mengajak anak-anaknya untuk renang pada hari libur. Nah, alangkah baiknya apabila di desa ini mempunyai kolam renang sendiri dan dapat dimanfaatlan oleh warga untuk sarana hiburan dan olahtaga saat liburan. Dengan adanya sumur terintegrasi maka dapat dikelola untuk kolam renang,” imbuh Barno.
Ide ini tentu saja bukan hanya dari seorang kepala desa tapi juga atas usulan warga. Bak gayung bersambut, pemerintah desa pun menerima dan akan merealisasikan dalam waktu dekat. “Kami akan merealisasikan rencana pembuatan kolam renang dalam waktu dekat. Saat ini masih proses perencanaan di RPJM Desa dan penganggaran,” pungkas Barno.
Sementara itu, Atik salah satu warga desa Bringjnan mengaku sangat senang dengan rencana pembangunan kolam renang di desanya, karena hampir tiap minggu anaknya mengajak berenang. Dia harus ke kota atau ke Balong kalau mau berenang.
“Kami sangat gembira mendengar rencana akan dibangun kolam renang di sini. Sebagian besar anak-anak mengisi liburan dengan berenang. Anak-anak SD Bringinan sampai menyewa mobil bila ingin berenang ke Balong atau ke kota. Jadi dengan adanya kolam renang di desa ini akan sangat bermanfaat,” ujar Atik.
===
Tulisan pembelajaran ini ditulis oleh Anny Hidayati, Field Officer (FO) Infest Yogyakarta di Kabupaten Ponorogo.
Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest) Yogyakarta bersama AWO Internasional baru saja mengadakan monitoring proses penerapan perencanaan apresiatif desa (PAD) di Kabupaten Ponorogo, pada Rabu (18/9) di Desa Bringinan, Kamis (19/9) di Desa Nongkodono dan Jum’at (20/9) di Desa Pondok. Tiga desa dampingan tersebut yang sampai saat ini masih melakukan proses pembelajaran bersama Infest, sebagai bagian dari kegiatan program penģuatan pelindugan pekerja migran di daerah asal dan negara tujuan.
Program yang sampai saat ini masih berjalan di Tiga Desa, berupaya untuk mendorong para purna pekerja migran untuk membentuk komunitas yaitu Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI). Di tahun 2018, KOPI lebih banyak mengikuti berbagai pelatihan untuk memperkuat kapasitas mereka. Diantaranya pelatihan mengenal hak-hak pekerja migran, pelatihan advokasi kasus, paralagal, jurnalistik, bedah kasus dan pengorganisasian. Di tahun 2019 KOPI bersama elemen masyarakat lainnya di dorong untuk berkontribusi pada pembangunan di desanya melalui perencanaan apresiatif desa (PAD).
Perencaaan Berbasis Data Partisipatif
Perencanaan apresiatif desa (PAD) merupakan perencanaan pembangunan yang berbasis data dan berdasarkan pada partisipasi warga. KOPI bersama elemen masyarakat lainnya di tiga desa dampingan melebur dalam satu wadah yaitu tim pembaharu desa (TPD). Tim ini telah mengikuti pelatihan PAD di bulan April 2019 dan telah melakukan pemetaan data di desa masing-masing. Yaitu pemetaan kewenangan desa, aset dan potensi desa, survei perbaikan layanan publik, kesejahteraan desa dan gagasan kelompok marginal. Dari data hasil pemetaan kemudian dianalisa untuk menjadi satu rumusan untuk disampaikan kepada pemerintah desa.
Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan hasil pemetaan TPD di masing-masing desa, maka Infest mengadakan monitoring. Di desa Bringinan hampir semua tim telah siap dengan data dan laporan, hanya tim survei perbaikan layanan publik dan tim pemetaan aset dan potensi desa yang perlu segera membuat narasi. Untuk mempermudah dan lebih cepat selesai maka narasi aset dan potensi desa dikerjakan secara gotong-royong. Masing-masing orang mendapat tugas menyusun narasi satu atau dua jenis aset kemudian dishare di watshup grup. Salah orang merekab hasil narasi tersebut mènjadi satu dokumen narasi aset dan potensi desa.
Rembugan warga terkait perkembangan data-data partisipatif yang akan disiapkan untuk penyusunan RPJDMesa Bringinan.
Kepala desa Bringinan Barno (40) sangat berterimakasih kepada Infest yang telah melakukan pendampingan sampai hal sedetail ini. Apalagi Infest juga mendampingi desa dalam menyusun produk-produk hukum seperti perdes yang sangat bermanfaat.
“Kami selaku pemerintah desa merasa sangat terbantu dengan adanya pendampingan dari Infest. Salah satunya adalah dalam menyusun Perdes (peraturan desa), termasuk Perdes kewenangan desa yang ternyata sangat penting. Oleh karena itu saya harap agar TPD di Bringinan ini sungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan demi kegiatan yang diadakan oleh Infest. Karena ilmu itu akan sangat bermanfaat bagi kemajuan desa kita,” tutur Barno dalam sambutannya.
Monitoring PAD di desa Bringinan menyekapati bahwa dalam satu minggu semua data dan laporan sudah selesai dan terkumpul.
Proses musyawarah warga di Desa Pondok
Untuk monitoring PAD di desa Nongkodono diadakan pada hari Kamis (19/9) di balai desa Nongkodono. Dihadiri oleh kepala desa Nongkodono Jemadi dan TPD. Secara keseluruhan pemetaan data masing-masing tim sudah selesai tinggal menganalisa.
Seperti di desa Bringinan, narasi aset dan potensi disusun bersama-sama dengan cara pembagian tugas. Masing-masing orang menulis narasi satu atau dua jenis aset kemudian dishare di WhatsApp Group. Kemudian ada satu orang yang bertugas merekapnya. Dengan cara ini diharapkan dapat memudahkan tim aset dalam memyusun narasi.
Di desa Pondok monitoring diadakan pada hari Jum’at (20/9) bertempat di balai desa Pondok. TPD Pondok harus bekerja lebih keras lagi karena data kesejahteraan desa belum terekab. Sehingga perlu adanya kerja sama yang baik agar data kesejahteraan dapat segera diketahui untuk dianalisa.
Masing-masing tim siap untuk menyelesaikan tugas dalam satu minggu. Sehingga dapat diagendakan pelatihan penyusunan RPJM Desa di minggu berikutnya.
======
Catatan pembelajaran ini ditulis berdasarkan informasi dari Field Officer Infest Yogyakarta di Kabupaten Ponorogo, Anny Hidayati.
Sekolah perempuan Dewi Sri di Gogodeso, Blitar, didirikan oleh lembaga SAPUAN (Sahabat Perempuan Anak) pada 8 Agustus 2017. Menurut Titim Fatmawati, selaku penanggung jawab sekolah perempuan Dewi Sri, sekolah perempuan memiliki tujuan umum, sekolah tersebut bermitra dengan program kampung KB yang diselenggarakan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Blitar dengan capaian ketahanan keluarga melalui ketahanan potensi pangan lokal. Pengetahuan yang berkontribusi melalui kebutuhan praktis dalam sekolah perempuan, di antaranya adalah pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan pendapatan (income) keluarga.
Sedang tujuan khusus dari sekolah perempuan Dewi Sri adalah pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh sekolah perempuan sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan kesetaraan peran, akses dan juga kontrol antara perempuan dan laki-laki di semua bidang pembangunan. Salah satu cara pengembangan pemberdayaan bagi perempuan adalah memberikan akses yang sama baik pada laki-laki atau perempuan pada sektor ekonomi. Materi ketrampilan yang diberikan oleh sekolah perempuan juga bermuara pada pengembangan ekonomi keluarga.
Titim menjelaskan bahwa capaian yang sudah dilakukan sekolah perempuan Dewi Sri adalah telah dilaksanakannya proses produksi bahan pangan sawi organik yaitu makanan ringan stik sawi dan pastel sawi beserta pemasarannya. Kegiatan tersebut telah dilaksanan sejak September 2017 hingga sekarang. Saat ini telah memiliki sumber daya 10 anggota sekolah perempuan yang terbagi menjadi bagian produksi, bagian pengemasan dan bagian pemasaran.
“Sekolah perempuan dilakukan dengan saling bertukar pengalaman dan pengetahuan serta mengenali kebutuhan perempuan. Kombinasi pengetahuan ini menghasilkan pengetahuan emansipatoris yaitu pengetahuan yang membebaskan, ide yang lebih bisa diterima oleh pengurus dan peserta yang menggerakkan pada tindakan pemberdayaan masyarakat. Materi-materi pembelajaran yang telah dibagikan dalam sekolah perempuan antara lain paralegal, parenting, kesehatan reproduksi, dan kewirausahaan,” ungkap Titim saat ditanya tentang proses belajar di sekolah perempuan.
Peserta Pelatihan PAD di Desa Bringinan, Minggu-Senin, (21-22/04/2019) Ponorogo | Kegiatan pelatihan Perencanaan Apresiatif Desa (PAD) yang diselenggarakan oleh Infest Yogyakarta dilaksanakan di Rumah Baca Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Ponorogo pada Minggu-Senin, (21-22/04/2019). Desa yang terletak di Kabupetan Ponorogo ini merupakan desa kecil dengan jumlah penduduk kurang lebih 900 orang.
Desa Bringinan merupakan salah satu desa kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Ponorogo. Dari data pemerintah desa, ada kurang lebih 341 orang warga Bringinan yang bekerja ke luar negeri sebagai PMI. Antusiasme warga Desa Bringinan untuk mengikuti pelatihan begitu besar terlihat dari jumlah peserta yang membludak, baik dari kelompok pemuda, perempuan, KOPI Bringinan, perangkat desa maupun organisasi lain yang ada di Desa Bringinan.
Kegiatan pelatihan PAD di Bringinan juga dihadiri oleh Paroso, perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Ponorogo dan Tim Infest Yogyakarta. Dalam sambutannya, Paroso dari Disnaker mengatakan bahwa pemerintah desa wajib memberikan perlindungan kepada warganya yang bekerja ke luar negeri sebagai PMI. Selain melindungi, pemerintah desa juga wajib memberdayakan PMI purna dan keluarganya.
Suasana proses pembelajaran Sekolah Desa “Perencanaan Apresiatif Desa” di Desa Bringinan.
PAD ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan kepada para PMI maupun masyarakat Desa Bringinan pada umumnya. Sementara itu, Muhammad Khayat dari Infest Yogyakarta, mengatakan bahwa PAD merupakan perencanaan pembangunan yang berdasarkan pada potensi dan kebutuhan desa. Melalui program ini diharapkan pemerintah desa mampu menggali seluruh potensi yang ada di desa untuk digunakan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan warga. Jadi pembangunan desa dilaksanakan berdasarkan pada data dan partisipasi warga.
“Lewat pelatihan ini akan dihasilkan data valid tentang Desa Bringinan baik data aset dan potensi, kewenangan desa, data usulan perbaikan layanan publik, maupun data kesejahteraan lokal desa. Data tersebut dihasilkan dari partisipasi warga yang nantinya akan digunakan untuk acuan pemerintah desa menentukan arah kebijakan pembangunan desa,” kata Khayat.
Pemerintah desa Bringinan mendukung penuh kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh Infest. Barno, kepala desa Bringinan mengatakan bahwa selama ini belum pernah ada pelatihan yang mengupas secara rinci tentang kondisi desa baik dari sisi kewenangan, sumber daya, sejarah, kondisi kesejahteraan maupun gagasan warga.
Oleh karena itu Barno berharap agar peserta pelatihan mengikuti kegiatan selama dua hari dengan sungguh-sungguh. Barno juga mengaku sangat terbantu, karena lewat pelatihan yang ditindaklanjuti survei akan menghasilkan data konkrit tentang kondisi desa sebagai dasar dalam menyusun RPJMDes.
“Saya memang sangat membutuhkan ide dan gagasan dari warga untuk kemajuan pembangunan desa, saya harap peserta mengikuti pelatihan ini dengan sungguh-sungguh. Setelah pelatihan, akan ada tindak lanjut survei ke warga sehingga didapat data valid tentang kewenangan desa, aset dan potensi, data kesejahteraan lokal desa dan gagasan atau usulan warga tentang layanan publik di desa. Data ini akan menjadi dasar bagi kami untuk menyusun RPJMDes,” ungkap Barno.
Kegiatan pelatihan PAD di Desa Bringinan sama seperti desa-desa lain, peserta dibagi menjadi lima tim yakni tim pemetaan kewenangan desa, aset dan potensi, tim penggalian gagasan kelompok marginal, tim pemetaan kesejahteraan desa dan tim survei perbaikan layanan publik. Fitri, salah satu peserta PAD mengatakan senang bisa mengikuti pelatihan ini karena bisa belajar tentang desa dan menggali apa saja yang ada di dalamnya seperti sejarah desa, aset desa maupun kesejahteraan warga.
“Ilmu ini belum pernah kami dapat sebelumnya dan kami berharap usulan dari berbagai kelompok di desa didengar dan dipenuhi oleh pemerintah desa meskipun untuk jangka panjang,” kata Fitri. Di akhir pelatihan, diadakan rapat pleno dengan mempresentasikan hasil diskusi masing-masing tim.
Tidak disangka, ternyata banyak sekali muncul gagasan dan usulan dari para peserta yang diharapkan dapat memajukan Desa Bringinan. Selanjutnya tim yang sudah terbentuk akan melakukan survei ke warga sesuai tugas masing-masing untuk mendapatkan data valid Desa Bringinan. Rencana tindak lanjut dari pelatihan ini adalah diadakannya Musyarawah Desa (Musdes) untuk menyepakati indikator survei yang akan diadakan pada hari Jum’at, (11/5/2019). “Saya berharap agar semua tim bekerja sunguh-sungguh demi kemajuan bersama,” ujar Barno, Kepala Desa Bringinan.
Gerakan menabung bagi anak-anak di Desa Bringinan telah dimulai sejak tahun 2016. Setiap jelang lebaran, ada kebiasaan membongkar tabungan bersama-sama. Tahun 2018 ini, “Festival Bongkar Tabungan Masal” pun siap digelar akhir pekan ini.
Gerakan menabung bersama dilakukan secara unik oleh ratusan anak-anak di Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo. Gerakan menabung menggunakan celengan atau kotak tabungan tersebut diprakarsai Kepala Desa Bringinan, Barno. Tim Sekolah Desa pertama mengetahui program Kades inovatif ini baru tahun 2018, saat melakukan penelitian di Desa Bringinan.
Menurut Barno, program menabung untuk anak-anak di desanya sejak bulan Juni tahun 2016 silam. Setiap jelang lebaran, ratusan anak di Desa Bringinan akan bersama-sama membongkar kotak celengan. Anak-anak di desanya telah diajarkan bagaimana menabung dalam kotak celengan. Kotak celengan pun telah disediakan secara gratis, dan kemudian dibawa ke rumah masing-masing. Kotak celengan yang sudah disegel atau kunci akan dibuka secara bersama-sama di Rumah Baca atau Perpustakaan Desa Bringinan.
Nah, jelang lebaran tahun ini, anak-anak di Desa Bringinan juga akan kembali membongkar tabungannya secara bersama-sama dalam “Festival Bongkar Tabungan Massal”. Acara yang akan diadakan di Rumah Baca Bringinan ini dilaksanakan pada Minggu, 27 Mei 2018.
Anak-anak yang Menabung Bertambah Banyak
Acara bongkar tabungan di Bringinan
Kebiasaan menabung di kotak celengan sampai saat ini terus dipertahankan, karena merupakan kebiasaan positif terutama bagi anak-anak. Tahun ini, anak-anak yang menabung juga semakin bertambah banyak. Menurut Barno, menabung ini akan melatih anak-anak hidup hemat, bertanggungjawab dan mandiri. Apalagi ketika bongkar tabungan dilakukan menjelang lebaran, anak-anak bisa membeli mainan atau baju baru yang mereka inginkan dari uang hasil tabungannya, serta untuk kebutuhan berguna lainnya.
“Jumlah anak-anak yang ikut semakin banyak, tahun kemarin hanya 105 tabung. Tapi sekarang yang ikut hampir 300 anak-anak. Selain anak-anak juga diikuti oleh para remaja. Sebenarnya pesan yang mau saya sampaikan adalah bagaimana anak ini mau belajar hemat dengan anggaran. Sehingga, besar nanti paling tidak dalam memorinya masih tersimpan bahwa dengan hemat akan membuat hidup yang lebih baik dan sejahtera. Mumpung masih anak-anak, virus hemat harus kita galakan, dengan hemat jadi nikmat,” ungkap Barno kepada SekolahDesa, pada Kamis (24/5/18)
Inisiatif Barno ini terinspirasi dari masa kecilnya yang sudah mulai menabung sejak kecil dikala bapaknya meninggal dunia, sementara tulang punggung keluarganya adalah ibunya sebagai petani dengan enam orang anak.
“Sehingga kenangan itu membuat sebuah inspirasi dan saya berupaya mengembangkan dengan gerakan “AYO GIAT MENABUNG” di rumah baca yang dikelola oleh Karang Taruna Desa Bringinan,” jelas Barno.
Selain program menabung untuk anak-anak, Desa Bringinan memang cukup dikenal dengan program-program inovatifnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran kepemimpinan Barno, Kades Bringinan. Barno sendiri merupakan seorang purna pekerja migran, yang kini sukses menjadi pengusaha dalam memproduksi produk-produk organik.
Program-program Inovatif Bringinan
Dalam salah satu artikel yang berjudul “Barno: Purna BMI, Pengusaha Produk Organik, hingga Kades Penuh Inovasi“, Barno memaparkan program-program di sektor lainnya. Seperti di sektor Kesehatan, Desa Bringinan kini telah meluncurkan Kartu Bringinan Sehat (KBS) pada pertengahan tahun 2017. Peluncuran ini dilatarbelakangi oleh adanya Kartu Indonesia Sehat (KIS) berdasarkan data penduduk tahun 2011, dinilai banyak yang tidak tepat sasaran. Dengan adanya KBS, Barno berharap dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sama seperti pemegang KIS dan tidak ada lagi kecemburuan sosial. Jadi, KBS merupakan salah satu bentuk tanggung jawab desa atas kesehatan masyarakat.
Barno menunjukan KBS
Selain meluncurkan KBS, Barno juga memperkenalkan mobil ambulan desa untuk warga yang membutuhkan. Uniknya, pembelian mobil ini tidak menggunakan dana desa melainkan hasil sumbangan warga yang sudah sukses. Pemilihan mobil ambulan ini didasari karena di Desa Bringinan masih sedikit warga yang memiliki mobil. Jika sewaktu-waktu ada warga yang membutuhkan pertolongan dan perlu dibawa ke Rumah Sakit atau Puskesmas Kecamatan Jambon supaya tidak bingung lagi mencari kendaraan. Selain itu, para pemuda dan perangkat desa juga menginisiasi terkait kegunaan lain mobil ambulan. Selain untuk mengantar orang sakit baik fisik maupun jiwa, hingga untuk orang meninggal dunia, juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar yang membutuhkan.
Di sektor sosial, Desa Bringinan juga memberikan santunan bagi ahli waris atau pihak keluarga dari warga yang meninggal dunia. Uniknya, santunan yang diberikan bukan dalam bentuk uang tunai namun dalam bentuk barang. Barang tersebut diberikan dengan menggunakan dana Pendapatan Aseli Desa (PAD) dan swadaya masyarakat.
Menurut Barno, kegiatan sosial berupa santunan kepada ahli waris keluarga yang meninggal dunia dalam bentuk barang yang dibutuhkan mendesak yaitu kain kafan, batu nisan, dan air mineral. Untuk kain kafan, langsung dibawakan oleh perangkat desa bagian Modin. Sedangkan air mineral dibawakan oleh Kamituwo, batu nisan dibawa oleh pemuda atau karang taruna dan lainnya dibawakan oleh Kades. Dengan demikian, apabila ada warga yang meninggal secara otomatis semua elemen mulai Kades, Perangkat Desa, Karang Taruna dan Masyarakat hadir secara bersamaan.
Selain itu juga banyak program inovasi yang jarang dilakukan di desa lain seperti program menabung bagi semua anak-anak di Desa Binginan, program perawatan khusus bagi warga yang terganggu jiwanya. Program ini bukan hanya mampu mengurangi warga yang terganggu jiwanya, namun juga memberdayakan mereka pasca penyembuhan. Lalu inovasi di sektor pertanian terkait pengelolaan air bersih dan sejumlah program inovasi lainnya.
Hal penting yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah tentang ketulusan seorang Kades dalam mengabdi di desanya. Juga sekian upaya membangun dan memberdayakan warganya khususnya kaum perempuan dan marjinal. Kini ratusan warganya sudah mulai berdaya dan membangun usaha di desanya sendiri. Usaha mereka pun beragam dan sangat bermanfaat menunjang kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan warga di desanya.[]
Rentetan aksi terorisme beberapa hari terahir telah mendorong banyak pihak untuk meningkatkan kewaspadaan di daerahnya. Bukan hanya di wilayah Jawa, namun juga di luar Jawa. Salah satu upaya untuk mencegah masuknya kelompok teroris adalah dengan mengoptimalkan peran RT dan RW.
Menurut data yang dihimpun Kompas hari ini (Selasa, 15 Mei 2018), sejumlah wilayah di Tanah Air memperketat pengamanan wilayahnya. Bukan hanya di wilayah Jawa seperti Surabaya dan Yogyakarta, namun juga Maluku, Nusa Tenggara Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, hingga Sumatera Utara. Wilayah-wilayah tersebut semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap terorisme. Kewaspadaan ini terkait sejumlah ledakan bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu dan Senin (13-14/05/2018).
di Kupang, peran ketua RT dan RW akan ditingkatkan demi mencegah masuknya kelompok teroris dan paham radikal. Para Ketua RT dan RW akan dilatih aparat intelejen negara agar punya ketrampilan dasar memantau, menilai, dan menganalisis kondisi masyarakat.
Fungsi Pencegahan
Peran RT/RW ini bagian dari Permendagri Nomor 2 Tahun 2008 tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM). Selama pemerintah selalu terlambat mendapatkan informasi atas suatu kejadian di lapangan. Informasi diperoleh pemerintah selalu dari polisi atau TNI. Padahal, pemerintah pun memiliki Badan Kesatuan Kebangsaan dan Politik (Kesbangpol) sampai di tingkat RT/RW. Peran Kesbangpol antara lain memberikan informasi tentang ancaman keamanan setempat.
Fungsi dan peran Ketua RT/RW sebelumnya sudah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah Nomor 23/2014. Namun, selama ini peran tersebut kurang berjalan maksimal. Karena itu, peran mereka diperkuat dengan Permendagri Nomor 2 Tahun 2018 tentang FKDM.
Menurut Sesilia Sona, Kepala Badan Kesbangpol NTT, Permendagri No 2/2018 tentang FKDM, khusus tingkat RT/RW lebih fokus pada pencegahan aksi-aksi gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, terutama masuknya kelompok teroris.
Di Lebak, Banten, pengamanan di sejumlah kabupaten kota juga ditingkatkan. Polisi ditempatkan di tempat-tempat ibadah, meningkatkan frekuensi berpatroli dan mengimbau masyarakat untuk tetap tenang.
Tak Sekadar Memantau
Rentetan aksi terorisme di Surabaya juga membuat kepolisian di Bali meningkatkan pengamanan, polisi tidak hanya di tempat ibadah, namun juga di tempat wisata dan kantor kepolisian. Kewaspadaan ditingkatkan terhadap kemungkinan aksi-aksi terorisme yang bisa terjadi di mana saja dalam waktu tak terduga.
Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur. Institute for Education Development, Social, Religious, and Cultural Studies (Infest), yang selama ini aktif dan peduli pada pemberdayaan di desa, juga turut menyikapi isu terorisme khususnya pencegahan yang paling memungkinkan dilakukan oleh masyarakat di lingkungannya.
Menurut Direktur Infest Yogyakarta, Irsyadul Ibad, peran Ketua RT dan RW serta masyarakat luas, sebaiknya bukan sekadar memantau, menilai masyarakat yang dicurigai terpengaruh paham radikal. Namun mereka juga turut berperan untuk mengaktifkan lingkungan, dengan pelibatan warga yang inklusif dalam segala hal untuk menjaga keamanan dan ketenteraman lingkungan.
Pelibatan warga juga dapat menjauhkan masyarakat tertentu dari rasa tereksklusi di lingkungannya. Pada akhirnya mereka tidak mudah terpapar dan terpengaruh narasi dari paham-paham ekstrimis. Termauk paham yang menghendeki perubahan revolusioner yang disertai dengan aksi kekerasan.
Bagi masyarakat umum, sejumlah upaya bisa dilakukan misalnya dengan memperkenalkan llmu pengetahuan dengan baik dan benar; memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar; meminimalisir kesenjangan sosial; menjaga persatuan dan kesatuan; mendukung aksi perdamaian; berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme; meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan; menyaring informasi yang didapatkan; ikut aktif mensosialisasikan bahaya radikalisme dan terorisme; serta mendukung terwujudnya UU Anti Terorisme.[]
Rencana Kementerian Perdagangan sebanyak 2,37 juta ton menjadi ancaman tersendiri bagi para petani garam lokal. Apalagi ketika panen raya, harapan para petani garam untuk menikmati hasilnya pupus karena garam mereka tak laku. Karena konsumen lebih memilih garam impor yang keluar bertepatan dengan panen garam mereka. Sekian petani di Cirebon misalnya, penurnan harga garam terjun bebas pun belum tentu ada pembelinya. Begitu pun di sejumlah daerah penghasil garam di Indonesia.
Indonesia punya lahan luas sepanjang pesisir (99,093 kilometer) dan sejumlah alasan lain mengapa masyarakat menyayangkan impor garam. Baru-baru ini, ratusan mahasiswa dan petani garam di Pamekasan juga berunjuk rasa ke kantor DPRD Pamekasan, Jumat (9/2/2018). Aksi mereka terkait Rencana Kementerian Perdagangan sebanyak 2,37 juta ton. Mereka juga beralasan bahwa stok garam masih melimpah.
Impor garam sudah berlangsung sejak tahun 1990. Impor juga salah satu upaya pemerintah dalam mencukupi kebutuhan nasional. Apalagi memproduksi garam berkualitas tinggi untuk industri jelas butuh waktu berbulan-bulan. Tentu ini sulit dipenuhi oleh petani yang punya banyak keterbatasan; mulai dari modal, teknologi, hingga saluran distribusi. Terlebih petani acap kali membutuhkan uang tunai untuk mencukupi kebutuhan. Karena itu, petani pada umumnya memproduksi hanya dalam hitungan hari dan menghasilkan garam kualitas rendah.
Menurut Suhardi Jayadi, Konsultan The Institute dor Democracy Education, impor mencerminkan kegagalan pemerintah dalam industrialisasi garam rakyat. Mengingat hampir 20 tahun, kebijakan dan program yang ada belum memungkinkan adanya jaminan kesediaan garam tanpa impor. Dalam opininya tentang “Hambarnya Kehidupan Petani Garam” (Kompas, 5/4/2018), swasembada garam adalah suatu keniscayaan dan merupakan tanggung jawab negara untuk mewujudkan. Artinya, pemerintah perlu melakukan investasi dalam memperkuat industri garam rakyat dan tidak cukup atau sekadar memberikan bantuan modal yang terbatas melalui program garam untuk rakyat.
Ada dua kebijakan yang dapat dibangun. Pertama, mendirikan badan layanan umum yang khusus membiayai kebutuhan investasi garam di tingkat petani: mulai dari pembukaan lahan hingga pengolahan pasca panen dengan kandungan NaCI tinggi, magnesium rendah, dan kadar air rendah.
Kedua, mengorganisasi petani garam dalam suatu kelembagaan koperasi atau pun perusahaan sebagai entitas bisnis, mengingat untuk memproduksi garam brekualitas dibutuhkan lahan yag luas, fasilitas pengolahan berskala besar, dan dukungan teknologi serta manajemen usaha yang profesional. Dengan begitu, kepastian garam dari sisi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas dapat terjamin.
Pada dasarnya tidak sulit bagi pemerintah jika benar-benar ingin merealisasikan terwujudnya swasemembada garam nasional. Jika tidak direalisasikan, publik akan menilai bahwa pemerintah sesungguhnya memang tidak ingin ada swasembada garam untuk kesejahteraan petaninya.[]
Masih banyak Kader Posyandu merasa kebingunan dalam memberikan peyuluhan kesehatan kepada ibu hamil. Sehingga banyak kader yang hanya mampu melakukan menimbang berat badan bayi. (Listyowati, Ketua Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan)
Saat proses pendampingan di sejumlah desa, salah satu kelompok perempuan di desa yang paling kompak adalah kader posyandu. Bukan hanya kompak, mereka juga semangat dan cukup loyal menjalankan perannya sebagai kader posyandu. Dalam beberapa program di desa, para kader ini juga biasanya dilibatkan untuk terjun ke dusun-dusun. Misalnya dalam proses sensus dan kegiatan lainnya di desa. Meskipun kader kesehatan tidak dibatasi laki-laki atau perempuan, namun para umumnya didominasi oleh kaum perempuan.
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Mereka juga bekerja secara sukarela melaksanakan kegiatan posyandu. Lebih dari itu, mereka juga bertanggungjawab menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu.
Kader posyandu merupakan pilar utama penggerak pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Sayangnya sampai saat ini pemerintah belum serius meningkatkan kapasitas kader posyandu. Masalah ini diketahui berdasarkan Laporan Audit yang dilakukan oleh Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, terhadap program dan layanan posyandu di Kelurahan Cipininang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Utara; dan Desa Banjaroya, Kuon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam laporan Kalyanamitra, masih banyak kader merasa kebingungan dalam memberikan peyuluhan kesehatan kepada ibu hamil. Sehingga banyak kader yang hanya mampu melakukan menimbang berat badan bayi. Termasuk pengalaman Kader Posyandu dari Kelurahan Penjaringan, Amin Warsini (43), seperti dilansir Kompas (4/4/18), mengatakan bahwa selama empat tahun menjadi kader, dirinya tak pernah mendapatkan pelatihan dari pemerintah setempat. Hal itu menjadi kendala dalam memberi informasi kesehatan yang akurat dan faktual kepada masyarakat.
Persoalan Kapasitas hingga Anggaran
Pos Pelayanan Keluarga Berencana – Kesehatan Terpadu (Posyandu) merupakan kunci layanan kesehatan terutama pada anak balita dan ibu. Namun kehadirannya belum dianggap prioritas oleh pemerintah dalam kerangka pencapaian Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Tingkat keaktifan posyandu saat ini sebesar 57 persen dari sekitar 280.000 posyandu. Karena itu, peningkatan kapasitas kader posyandu menjadi penting agar para kader bisa bergerak kembali.
Menurut Ketua Kalyanamitra, Listyowati, seperti yang dilansir Kompas (4/4/2018), kebijakan posyandu belum dianggap prioritas oleh pemerintah untuk ikut membantu dalam kerangka pencapaian Tujuan. Posyandu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di ranah preventif dan promotif belum mendapatkan perhatian yang optimal dari pemerintah.
Beberapa masalah ditemukan dalam peningkatan kapasitas bagi kader posyandu, pemenuhan sarana, dan pelaksanaan kebijakan. Permasalahan itu muncul dalam hasil audit yang dilakukan Kalyanamitra. Audit yang dilakukan pada 2016-2018 itu meliputi kebijakan posyandu, program, kapasitas kader, dan anggaran posyandu.
“Kalau pemerintah mau memaksimalkan peran posyandu, usaha-usaha promotif dan preventif di posyandu bisa dilakukan, (yaitu) beri informasi penyuluhan kepada ibu-ibu berisiko tinggi. Hal itu sederhana, tetapi sangat berkontribusi menurunkan angka kematian ibu dan bayi,” ujar Listyowati dalam Jambore Posyandu di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (¾/2018).
Menurut Entos, Indonesia masih memiliki masalah dalam kebijakan kesehatan, salah satunya posyandu. Karena itu, arah kebijakan strategi antarkementrian dan pemerintah daerah harus satu serta tidak tumpang tindih. Dana desa memang harus difokuskan kepada posyandu. Di daerah juga ada dana penguatan RW yang salah satunya untuk posyandu. Itu harus diawasi betul agar berjalan sesuai peruntukannya.[]
Awal pekan ini Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali merilis data korupsi dana desa. Kasus tindak pidana korupsi di desa kian meningkat, bahkan sampai dua kali lipat per tahun pada kurun waktu 1025 hingga 2017.
Menurut wakil koordinator ICW Agus Sunaryanto, melalui KOMPAS (6/2/18), pemerintah memang telah berupaya mencegah penyalahgunaan dana desa. Korupsi dana desa meningkat dari 17 kasus pada 2015 menjadi 41 kasus (2016) dan 96 kasus (2017). Dari total 154 kasus korupsi itu, ada 127 kasus yg melibatkan anggaran desa. Objek anggaran meliputi: alokasi dana desa, dana desa, dan kas desa.
Kasus-kasus korupsi itu melibatkan melibatkan 112 kepala desa (Kades), dan 32 anggota perangkat desa, dan 3 anggota keluarga. Jumlah kerugian negara pada 2015-2017 akibat kasus itu diperhitungkan mencapai Rp 47 miliar.
Libatkan Warga pada Semua Tahapan Pembangunan
Program peningkatan kapasitas perangkat desa terus dilakukan sejak 2015. Menurut Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negeri Nata Irawan mengatakan, penyalahgunaan dana desa sebagian besar terkait dengan persoalan sumber daya manusia. Oleh karena itu, dari target 220.000 perangkat desa, pemerintah sudah melatih 150.000.
Sayangnya, memperkuat kapasitas Pemdes dan perangkatnya saja tidaklah cukup. Berdasarkan pengalaman pembelajaran Sekolah Desa, penguatan kapasitas pemerintah desa dan perangkatnya saja tidaklah cukup. Masyarakat juga perlu disadarkan tentang pentingnya terlibat dalam setiap tahapan pembangunan di desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pertanggungjawaban.
Penguatan kapasitas pembangunan desa bagi warga, di antaranya bisa dilakukan kepada perwakilan kelembagaan yang ada di desa baik formal maupun informal. Hal ini penting dilakukan dengan melibatkan pendamping desa dan pendamping lokal desa. Khususnya pengawasan yang dilakukan masyarakat terkait mekanisme pencairan anggaran yang berpotensi digunakan untuk kepentingan politik. Peranan masyarakat dalam mengawasi perencanaan dan penggunaan dana desa perlu lebih transparan. Sehingga diharapkan dapat menghindari terjadinya penyelewengan yang memiliki konsekwensi hukum terhadap mereka.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat berhak mendapat informasi dan terlibat dalam perencanaan hingga implementasi dana desa. Pengawasan yang melibatkan masyarakat juga diperlukan untuk memperkuat kesadaran dan komitmen pemerintah desa, transparan dan akuntabel.[]
Pernah mendengar pulau seram? pulau yang dikenal dengan wisata alamnya yang melimpah. Namun, pernahkan kita membayangkan bagaimana kondisi warga di sana? Di pedalaman Pulau Seram, di Maluku, ternyata angka kematian di sana cukup tinggi.
Angka kematian berimbang dengan angka kelahiran. Tepatnya di Kabupaten Seram Barat, daerah ini merupakan penghasil damar terbesar di Maluku. Seperti kondisi yang terjadi di Desa Desa Hukuanakota, Kecamatan Inamosol, Kabupataen Seram Bagian Barat. Di desa tersebut, pada umumnya warga menggunakan ramuan-ramuan untuk mengobati sakitnya. Seperti data terbaru yang data yang dilansir Kompas edisi Jumat 26/1/18, Pada 2017, di desa berpenduduk 884 orang itu, jumlah warga yang meninggal sama dengan jumlah kelahiran, yaitu 16 orang.
Benar, kesehatan merupakan barang langka dan mahal bagi warga di desa itu. Warga yang sakit biasa, kadang kadang berujung kematian karena dibiarkan menahun. Akibatnya angka kematian berimbang dengan angka kelahiran.
Akses Kesehatan Sulit Dijangkau
Sejak tahun 2011, pemerintah bersama masyarakat telah membangun pos pelayanan kesehatan terpadu secara swadaya. Namun akses menuju layanan kesehatan ini cukup jauh. Jalanan juga mudah longsor, serta kondisinya belum diaspal, padahal sudah berulang kali diperbaiki. Warga harus menempuh sejauh 9 kilometer dengan jalan kaki, melewati jalan menanjak dan turunan terjal, juga lumpur dan air. Bagi yang tak biasa, perjalanan itu perlu waktu hingga 4 jam.
Lalu dari mana warga mendapatkan obat? Ternyata warga membeli obat dari uang gereja. Bahkan untuk minum, pun harus berpatokan pada aturan minum yang tertulis di bungkus obat. Perawat atau bidan hanya datang saat jadwal imunisasi sekali sebulan. Itu pun sering terlewatkan. Akibatnya, banyak anak belum emndapat imunisasi lengkap. Bahkan, ada yang belum diimunisasi sama sekali. Kondisi akses dan layanan kesehatan yang belum layak, sering menyebabkan bayi yang baru lahir meninggal dunia.
Infrastruktur Buruk
Selain akses layanan kesehatan yang cukup jauh dari rumah warga, kondisi infrastruktur di desa juga masih buruk. Tidak jarang warga mengalami kecelakaan. Ketika ada warga yang terluka akibat kecelakaan, biasanya digendong, dipikul dengan kain sarung atau menggunakan tandu. Biasanya, saat ada warga yang sakit atau mau melahirkan, warga menggunakan tandu.
Cara yang sama dilakukan jika ada pasien meninggal ketika dibawa ke Puskesmas Honitetu atau rumah sakit di ibu ota kabupaten. Secara bergantian, warga menggotong jenazah pulang ke Hukuanakota untuk dimakamkan. Kondisi ini terjadi karena infrastruktur jalan buruk. Padahal, daerah itu merupakan penghasil damar terbesar di Maluku.
Kondisi layanan kesehatan yang masih buruk juga diakui oleh pemerintah. Melalui Asisten Bidang Pemerintahan Kabupaten Seram Bagian Barat, Polly Pical mengatakan, banyak wilayah di pedalaman belum menikmati akses pelayanan kesehatan yang baik. Penyebabnya adalah masalah infrastruktur jalan dan keterbatasn tenaga medis.
Kini jalan menuju Hukuanakota akan dibangun, untuk tenaga medis, masih dalam pembenahan secara internal daerah pedalaman menjadi prioritas. Pengembangan jalan selayaknya menjadi perhatian pemerintah daerah. Jika jalan baik, ekonomi masyarakat akan tumbuh. Warga pun dapat menikmati layanan kesehatan sehingga tak terjadi lagi bayi yang meninggal dalam kandungan.[]
(Sumber data: Kompas Cetak Edisi Jumat/26/01/2018. Sumber Foto: MalukuPost)