Arsip Penulis: Nisrina Muthahari

Seminar Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian (25/05/2015)

Pentingnya Mendata Aset Desa

Yogyakarta- Dalam Undang-undang Desa, pendataan terhadap aset desa sangatlah penting. Perlindungan aset penting karena aset adalah kekuatan desa untuk mandiri. Farid Hadi, penasihat senior Infest Yogyakarta untuk program desa mengungkapkan, perlindungan aset perlu dilakukan secepatnya. Pasalnya, peluang untuk mendata aset desa saat ini hanya tinggal tujuh bulan karena Undang-undang Desa hanya memberi waktu dua tahun untuk mendata aset sejak disahkan.

Seminar Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian (25/05/2015)

Seminar Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian (25/05/2015)

“Aset yang bentuknya fisik seperti tanah desa yang belum dicatat atau belum ada sertifikat harus segera dicatat dan dibuatkan sertifikat,”ujar Farid Hadi dalam Seminar Nasional “Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian”, Senin (25/05/2015).

Ada berbagai macam aset desa yang ada, mulai dari aset sumber daya manusia, sumber daya alam, aset sosial dan aset fisik. Inventarisasi atau pencatatan aset desa sendiri dilindungi oleh Peraturan Desa. Segala pemakaian, pengembangan dan pemanfaatan aset desa disepakati melalui musyawarah desa.

Farid Hadi mengungkapkan untuk mengembangkan dan mengelola aset desa bisa dibentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dibentuk oleh desa. Sumber daya alam berupa mata air misalnya, bisa dijadikan aset desa yang diserahkan pengelolaannya pada BUMDes. BUMDes perlu ditangani oleh orang-orang yang dianggap mampu untuk menjalankan usaha, sedangkan kepala desa bisa dijadikan sebagai pengawas dalam BUMDes.

Desa yang mandiri adalah desa yang mampu mengolah asetnya sendiri. Aset negara, aset daerah dan bahkan aset desa adalah aset publik yang harus dipublikasikan agar masyarakat tau apa saja manfaatnya. Warga bisa bertanya atau mempertanyakan apa saja mengenai aset desanya, termasuk jika aset desa dikelola oleh swasta.

Aset desa yang masih dipakai pihak lain pun kontribusinya harus jelas. Status aset desa harus jelas jika yang mengelola pihak lain, apakah statusnya sewa atau bagi hasil. Jika desa sudah mendata asetnya, bisa mengembangkan aset dan memperoleh keuntungan, maka desa juga wajib untuk memelihara aset desa. []

Seminar Nasional Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian

Desa Menjadi Subjek Pembangunan

Yogyakarta- Isu desa selalu menarik dan menjadi perhatian di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Beberapa aturan atau regulasi mengenai desa pun dibuat, mulai dari Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1979 dan PP nomor 72 tahun 2005. Masing-masing regulasi tersebut untuk mendorong kemandirian desa. Tetapi pada kenyataannya sampai saat ini desa sendiri masih belum bisa mandiri.

Seminar Nasional Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian

Seminar Nasional Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian (25/52015)

Negara secara nyata masuk desa melalui UU Nomor 5 tahun 1979. Di sini negara menyeragamkan dan mengendalikan desa secara hierarkis dan sistematis. Negara kemudian menggandeng pemilik modal dan hutang luar negeri untuk menguasai desa melalui program pembangunan desa terpadu dengan janji mengangkat rakyat desa dari keterbelakangan, kebodohan dan kemakmuran.

Salah satu kebijakan satu arah dan terpusat oleh negara saat itu adalah revolusi hijau pertanian. Revolusi hijau dikembangkan untuk menciptakan swasembada beras. Tetapi, revolusi ini kemudian malah membalikan pertanian tradisonal menjadi pertanian yang bergantung pada pupuk.

“Pada akhirnya agenda pembangunan tak membuahkan hasil seperti yang dijanjikan, kecuali mengubah fisik desa yang membuka kemudahan transaksi ekonomi,” ujar Farid Hadi, dalam acara seminar Desa Mandiri Menuju Kabupaten Impian (25/5/2015).

Menurut Farid Hadi, desa memasuki babak baru ketika desentralisasi dan demokratisasi mengalami kebangkitan. UU nomor 32 rahun 2004 sedikit memberi ruang bagi euforia kebangkitan semangat lokalitas dan otonomi desa. Perbicangan mengenai UU desa sebenarnya sudah ada sejak dari tahun 80-an, tetapi baru intensif dibicarakan pada 2007. Insiasi undang-undang desa yang diperjuangkan masyarakat sipil termasuk panjang.

Tahun 2014 lahirlah UU nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa digadang-gadang bisa memberikan kemandirian pada desa. UU ini merekognisi asas keragaman desa. Desa mempunyai tugas mengelola kewenangan desanya sendiri. Hal yang bisa dibicarakan dan diselesaikan di desa, seperti bidang pemerintahan, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan. Harapannya desa menjadi aktif dan menjadi subjek pembangunan. []