Arsip Penulis: Edi Purwanto

Riza Kurniawan, SH sedang menyampaikan tata cara pengadaan barang dan jasa di desa

Permudah Pelaporan, Pemdes Tunjungtirto Lakukan Penguatan pada Tim Pengelola Kegiatan

Pemerintah Desa Tunjungtirto mengadakan penguatan tentang pelaporan dan pengadaaan barang dan jasa di desa kepada Tim Pengelola Kegiatan (TPK), RT dan RW, Jumat (18/09/2015) . Kegiatan yang dilakukan di Balai Desa Tunjungtirto ini diikuti oleh seluruh TPK yang ada di Tunjungtirto. Sebagai pemateri dalam kegiatan itu adalah Kasi Pembangunan, Kasi Pemerintahan Kecamatan Singosari Kabupaten Malang dan Infest Yogyakarta.

Menurut Edi Purwanto dari Infest Yogyakarta mengatakan, siklus keuangan desa selama ini memang belum berjalan dengan baik. Aktor-aktor keuangan mulai dari Ketua Pelaksana Teknis Pengeloaan Keuangan Desa (PTPKD), Kepala Desa, Bendahara dan Tim Pengelola Kegiatan belum berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga tidak jarang pada proses pelaporan menumpuk di bendahara atau di kepala PTPKD. Kondisi ini menjadikan proses pelaporan dan pelaksanaan kegiatan tidak bisa berjalan dengan baik. “Nah Kegiatan ini adalah upaya untuk mengurai dan mendistribusikan pekerjaan sesuai dengan tupoksinya masing-masing,” tutur Edi.

Riza Kurniawan, SH sedang menyampaikan tata cara pengadaan barang dan jasa di desa

Riza Kurniawan, SH sedang menyampaikan tata cara pengadaan barang dan jasa di desa

Menurut Jafar, SE Kasi Pemerintahan Kecamatan Singosari, UU Desa menuntut desa untuk profesional dalam mengelola keuangan. Karena menurutnya, sekarang desa telah diberikan wewenang dalam mengatur keuangannya sendiri. Namun pihak kecamatan juga punya kewajiban dalam memberikan pemahaman dalam pengelolaan keuangan desa. Pemerintah Kabupaten Malang telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa. Namun sejauh ini memang masih belum dipahami penuh oleh pemerintah desa.

Jafar berpesan agar pemerintah desa dalam merencanakan dan membuat laporan sesuai dengan peraturan yang ada. Sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama. Sebagai pelaksana kegiatan, selain mengerjakan projeknya juga berkewajiban untuk membuat buku kas kegiatan dan melaporkan setiap bulannya kepada kepala desa. Selain itu, TPK juga berkewajiban untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ada di APBDesa.

Sementara itu, Riza Kurniawan, SH menghimbau kepada seluruh peserta yang hadir agar pengadaan barang dan jasa mengacu pada Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di desa. Menurut Kasi Ekbang Kecamatan Singosari ini, Perbub sudah mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa di desa. “Jangan sampai dalam pengadaan barang dan jasa melanggar Perbub No 17 ini ya,” terangnya. Karena jika melanggar aturan akan menjadi temuan pada saat ada pemeriksaan.

Pajak pembelanjaanHal menjadi materi diskusi yang pelik malam itu. Riza menyarankan agar bendahara memotong pajak yang harus dibayarkan di awal. Sementara, besaran pajak yang harus dibayarkan bisa dikonsultasikan langsung ke kantor pajak. Menurut pengamatan Riza, TPK kadang lupa kalau ada pajak yang harus dibayarkan.

“Lebih efektif jika pajak dipotong pada saat pencairan, sehingga TPK akan mudah mengalokasikan anggaran kegiatannya,” terang RIza.

Yulianti selaku PTPKD Desa Tunjungtirto berharap kegiatan ini benar-benar memberikan pemahaman kepada TPK. Dengan demikian mereka bisa melaporkan apa yang menjadi kewajibannya kepada pemerintah desa.

Peneliti ITB Bersama BPD, LPMD dan Pemerintah Desa Tunjungtirto

Partisipasi Masyarakat Tunjungtirto Menarik Minat Peneliti ITB

Pembangunan di desa memang sudah seharusnya melibatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Karena masyarakat adalah penerima sekaligus pelaksana pembangunan di desa. Faktanya, partisipasi masyarakat di desa semakin hari semakin kecil. Itulah yang disampaikan Cecelia, Yuni dan Ibrahim, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) saat berbicang dengan pemerintah Desa Tunjungtirto (14/09/2015). Ketiga peneliti ditemui oleh Ketua LPMD, BPD, dan pemerintah desa di ruang kepala desa Tunjungtirto.

Peneliti dari ITB ini hendak mengetahui sejauh mana partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa. “Selama tujuh hari, para peneliti ini akan live in di Desa Tunjungtirto,” Terang Anang anggota LPMD. Mereka akan bergaul dan berdiskusi langsung dengan masyarakat terkait dengan keterlibatannya dalam pembangunan di desa.

Peneliti ITB Bersama BPD, LPMD dan Pemerintah Desa Tunjungtirto

Peneliti ITB Bersama BPD, LPMD dan Pemerintah Desa Tunjungtirto

Secara khusus Cecelia dan kedua temannya akan meneliti tentang keterlibatan perempuan dalam pembangunan. Peneliti berdarah Inggris yang sudah 6 tahun di Indonesia ini ingin mengetahui secara detail proses perencanaan hingga pelaporan pertanggungjawaban pembangunan Desa Tunjungtirto.

“Kami ingin mengetahui bagaimana perempuan dan lembaga-lembaga desa berperanserta dalam pembangunan mulai perencanaan hingga laporan pertanggungjawaban,” terang Cecelia dengan  terbata-bata berbahasa Indonesia.

Menurut Yulianti, Cecelia dan kedua temannya mengetahui informasi tentang desa dari website desa Tunjungtirto. Mereka mencari kepala desa perempuan dan ketemu di dunia maya. Rasa penasaran mereka terbayarkan setelah berkunjung ke Desa Tunjungtirto. Sekretaris desa ini berharap kunjungan-kunjungan atau penelitian dari pihak luar harus sering dilakukan. Dengan demikian, menurutnya pemerintah desa akan semakin terpacu untuk memperbaiki kekurangan yang ada di desa.

Hanik Martya, selaku Kepala Desa Tunjungtirto mengaku senang dengan kunjungan peneliti dari ITB ini. Menurutnya, semakin banyak orang yang berkunjung ke Desa Tunjungtirto maka inovasi dan perkembangan desa bisa menginspirasi desa lain.

“Mudah-mudahan apa yang ada di Desa Tunjungtirto bisa menjadi inspirasi desa lainnya,” tuturnya. Walaupun perempuan penggila warna ungu ini sangat menyadari bahwa masih banyak keterbatasan di desanya. Hanik juga berharap para peneliti ini memberikan rekomendasi hasil penelitiannya guna perbaikan desa ke depan. [Edi]

Simulasi keuangan desa di Tunjungtirto

Belajar Prinsip dan Praktik Pengelolaan Keuangan di Desa

“Saya menjadi paham apa yang harus saya lakukan dalam mengelola keuangan di desa,” ujar Winarsih, Bendahara Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang usai mengikuti pelatihan pengelolaan keuangan desa, (3-6/9/2015). Pelatihan yang dihelat oleh Infest Yogyakarta ini dilaksanakan di Balai Desa Tunjungtirto. Pelatihan yang difasilitasi oleh Darwanto dari Indonesian Budget Center (IBC) ini diikuti oleh Tim Pembaharu Desa, Perangkat Desa, BPD, dan Tim Pengelola Kegiatan dari tiga desa di Kabupaten Malang yaitu Kucur, Jambearjo dan Tunjungtirto.

Simulasi keuangan desa di Tunjungtirto

Simulasi keuangan desa di Tunjungtirto

Materi pelatihan disarikan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014, dan Peraturan Bupati (Perbup) Malang Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Terkait dengan pengadaan barang dan jasa di desa, materi disarikan dari Perka LKPP Nomor 13 Tahun 2013 dan Perbub Malang Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di desa.

Diskusi selama empat hari itu meliputi prinsip-prinsip keuangan desa, bedah APBDesa, proses penganggaran di desa, pelaksanaan anggaran desa, penatausahaan, pertanggungjawaban, pengadaan barang dan jasa di desa. Dalam pelatihan ini, peserta juga diajak untuk mengulas dan membaca peluang-peluang penyimpangan keuangan desa. Materi disampaikan dengan cara-cara yang sederhana dan banyak praktik langsung.

Prinsip dan Praktik Keuangan Desa

Darwanto selaku fasilitator mengungkapkan bahwa pelatihan keuangan desa memang harus disampaikan dengan memperbanyak praktik. Namun demikian, hal-hal prinsip terkait pengelolaan keuangan desa juga harus dipahami pemerintah desa. Karena tanpa mengetahui prinsip ini, pelatihan hanya sebatas mengisi format.

“Jadi substansi keuangan desa harus disampaikan, praktik pengelolaan keuangan juga wajib bisa,” tutur Darwanto.

Menurut aktivis IBC ini, tantangan dalam memberikan materi keuangan desa adalah keberagaman sumberdaya. Selain itu, cara menerjemahkan peraturan perundangan dalam bahasa yang sederhana. Fasilitator memang harus mampu membaca teori keuangan desa, menerjemahkan serta membuat simulasi dengan bahasa yang sederhana. Dengan demikian, substansinya bisa tersampaikan dengan baik.

Menurut Wasiri, pelatihan keuangan dengan model seperti ini menjadikan peserta lebih aktif dan mudah memahami. Bendahara Desa Kucur ini menjadi paham aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan dan kekurangan pengelolaan keuangan yang selama ini dijalankan.

Hal senada disampaikan oleh Sangaji, Kepala BPD Kucur ini mengaku sangat mudah memahami materi. Menurutnya, simulasi-simulasi yang diberikan pada saat pelatihan bukan sekedar main-main. “Ini belajar keuangan desa sambil bermain,” lanjutnya sambil terkekeh. Hal ini berbeda dengan bimbingan teknis (bimtek) yang pernah dikuti Sangaji di Pemkab Malang yang cenderung satu arah dan materinya tidak fokus.

Mustofa, Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto berharap pelatihan-pelatihan berikutnya memang harus banyak praktik. Karena menurutnya Tim Pembaharu Desa dan pemerintah desa memang agak kesulitan dalam membaca langsung peraturan perundang-undangan. Penyampaian dengan bahasa yang sederhana disertai dengan contoh keseharian di desa sangat membantunya dalam memahami materi.

“Saya merasa pelatihan ini sangat santai, walaupun materinya serius,” terang Zainullah, Tim Pembaharu Desa Jambearjo. Menurutnya pelatihan yang dilakukan Infest berbeda dengan pelatihan-pelatihan yang pernah diikutinya sebelumnya. Pelatihan keuangan desa ini dibangung suasana keakraban dan tidak ada batas antara pemateri dengan peserta. Peserta sama sekali tidak sungkan untuk bertanya. Bahkan, menurut perangkat desa ini sesuatu yang serius bisa dibahas dengan guyonan.

Aturan terkait dengan pengelolaan keuangan yang berdasar pada UU Desa dan regulasi turunannya merupakan hal baru bagi Kader Pembaharu Desa maupun perangkat desa. Sehingga sangat wajar jika pemerintah di tingkat desa belum banyak mengetahuinya. Setelah dilakukan pembahasan dan praktik alur keuangan desa secara bersama-sama, ketiga desa di Malang ini menyadari betul bahwa selama ini belum menjalankan dengan benar. Namun mereka berjanji, usai pelatihan ini akan memperbaiki alur keuangan desa dan pencatatan keuangan sesuai aturan yang ada. Sehingga prinsip-prinsip keuangan desa yang transparan, akuntabel dan partisipatif bisa terwujud di desa mereka masing-masing. [Edi]

Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto mendalami materi Keuangan Desa

Menjadi Subyek Pembelajaran: Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto Belajar Mandiri tentang Pengelolaan Keuangan Desa

Tidak seperti biasanya, malam itu (14/09/205) ruang pertemuan Desa Tunjungtirto dipenuhi oleh pemerintah desa, BPD, Tim Pembaharu Desa, PKK, kader pembangunan, LPMD dan beberapa perwakilan RW. Mereka tidak hendak melakukan musyawarah desa, namun belajar terkait dengan pengelolaan keuangan desa.

Kegiatan ini merupakan rangkaian persiapan studi lapang yang digagas oleh Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BBPMD) Malang yang dilaksanakan pada (17/09/2015). Kunjungan itu akan melibatkan pemerintah desa dari dari Minahasa Sulawesi Selatan, Fak Fak Papua Barat, Lombok Tengah dan Bolaang Mongondow Selatan.

[Baca juga: 85 Perangkat Desa Belajar Manajemen Keuangan di Tunjungtirto]

Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto mendalami materi Keuangan Desa

Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto mendalami materi Keuangan Desa

“Desa Tunjungtirto akan kedatangan tamu untuk studi lapang terkait dengan keuangan desa, maka dari itu kami malam ini melakukan pendalaman materi,” terang Mustofa di sela-sela diskusi kelompok.

Menurut Mustofa, poin-poin bahan diskusi kunjungan sudah diberikan sebelumnya. Sehingga malam itu pemerintah desa dan Tim Pembaharu Desa tidak kesulitan untuk memperkirakan materi kunjungan.

“Panduan kunjungan sudah sangat jelas, mereka akan menanyakan proses penyusunan APBDesa, pelaporan dan laporan pertanggungjawaban,” terang Mustofa.

Memang jika dilihat dari substansi pertanyaan yang ada tidak jauh berbeda dengan materi pelatihan keuangan yang diselenggarakan oleh Infest Yogyakarta. Tim pembaharu berbagi pendalaman materi dan memberikan pemahaman kepada stakeholder lainnya yang tidak mengikuti pelatihan sebelumnya. Hal ini seperti diakui oleh Hanik Martya selaku Kepala Desa Tunjungtirto.

“Sebenarnya materi pertanyaanyan sudah banyak kita bahas pada saat pelatihan infest kemarin mas, jadi kami tidak terlalu kebingungan dalam membahasnya sekarang,” ujarnya.

Menurut Yulianti, Sekretaris Desa Tunjungtirto mengungkapkan, belajar bersama ini dilakukan secara berkelompok. Seluruh peserta yang hadir dibagi menjadi tiga kelompok. Anggota kelompok dibagi secara proporsional meliputi BPD, Pemerintah Desa, LPMD, Tim Pembaharu Desa dan PKK. Ketiga kelompok mempunyai tanggung jawab dalam membahas proses pengelolaan keuangan mulai dari penggalian usulan, perencanaan, penetapan, penatausahaan sampai pertanggungjawaban.

“Ketiga kelompok inilah nanti yang akan menjelaskan dan menjawab beberapa pertanyaan dari peserta studi lapang,” terang Yuli.

Dengan melakukan pendalaman pengelolaan keuangan ini, seluruh aktor yang ada di desa semakin memahami tata cara pengelolaan keuangan yang benar. Menurut Hanik, kunjungan-kunjungan seperti ini merupakan momentum bagi masyarakat dan pemerintah desa untuk belajar. Karena menurutnya kalau tidak ada kegiatan seperti ini mereka tidak ada paksaan untuk belajar. Hanik berharap teman-teman pada saat kunjungan lapang bisa memberikan informasi terbaik terkait kondisi dan apa yang sedang dilakukan Desa Tunjungtirto. [Edi]

Jing Tak Tong Perkusi menghibur peserta

85 Perangkat Desa Belajar Manajemen Keuangan di Tunjungtirto

Malang – Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari menjadi tuan rumah Studi Lapang Pelatihan Manajemen Keuangan Desa, Kamis (17/09/2015). Sebanyak 85 peserta studi lapang berasal dari Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mangondow, Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Kabupaten Fak-Fak Provinsi Papua Barat.

85 perangkat desa belajar pengelolaan keuangan di tunjungtirto

Suasana forum pembukaan pengelolaan keuangan di desa tunjungtirto

Drs. Sigit Widijatmoko, M.Si dalam sambutannya menyampaikan bahwa, kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana desa mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain itu, kunjungan ini juga hendak mengetahui sejauh mana desa mengelola keuangan desa yang sesuai dengan peraturan turunan UU Desa.

Perwakilan dari Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ini juga menyampaikan akan pentingnya belajar tentang keuangan desa. Sigit berharap, peserta kunjungan bisa mengambil hal-hal yang baik yang ada di Desa Tunjungtirto sebagai oleh-oleh. “Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Desa Tunjungtirto ini, nanti bisa diterapkan di desa masing-masing,” ungkapnya kepada peserta.

Hanik Martya, selaku Kepala Desa Tunjungtirto memberikan sambutan baik pada para peserta. Setelah itu dia mempresentasikan pengelolaan keuangan desa yang sedang dan akan dilakukan di Tunjungtirto. Hanik menjelaskan mulai proses perencanaan hingga pelaporan keuangan desa di hadapan 85 perangkat desa tersebut.

“Saya menjelaskannya secara garis besar saja, nanti secara lebih detil bisa ditanyakan pada saat FGD dengan tim kami,” ucapnya.

Setelah itu, peserta dibagi menjadi tiga kelompok untuk melakukan penggalian informasi kepada tim yang sudah dipersiapkan desa. Peserta sangat antusias untuk mendapatkan informasi terkait dengan keuangan desa, penyusunan APBDesa dan laporan pertanggungjawaban. Tim dari Tunjungtirto mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sangat sederhana terkait apa yang dilakukan dan apa yang akan direncanakan dalam pembangunan desa.

Andary Winda, peserta dari Sulawesi Utara merasa senang bisa berbagi ilmu dengan Desa Tunjungtirto. Winda akan mempraktikkan hal-hal baik yang didapatkan selama berdiskusi dengan pemerintahan Tunjungtirto. “Terus terang saja di desa kami masih jauh dari sempurna, beberapa pengetahuan yang saya dapatkan di sini akan kami terapkan di sana nantinya,” terangnya. [Edi]

DesaKucur.Net Launching di Puncak Acara Bersih Desa

DesaKucur.net, portal informasi Desa Kucur Kecamatan Dau, Kabupaten Malang diluncurkan berbarengan dengan puncak Selamatan Desa, (28/9/2015). Portal informasi desa turut dihadiri Bupati Malang, Rendra Kresna. Puncak Selamatan Desa berlangsung meriah dan dihadiri Camat, kepala desa se-Kecamatan Dau, tokoh masyarakat, dan masyarakat Desa Kucur.

 

sambutan Bupati Malang Launching website di puncak acara bersih Desa Kucur

sambutan Bupati Malang Launching website di puncak acara bersih Desa Kucur

Edi Santoso selaku Tim Pengelola Informasi Desa Kucur dalam paparannya menyampaikan bahwa, kehadiran portal desa ini berdasar pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik.

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” paparnya.

Selain itu, salah satu kewajiban pemerintah desa yang dijamin dalam UU Desa ialah menyampaikan informasi desa kepada masyarakat menggunakan media yang paling mudah diakses masyarakat. Atas dasar inilah DesaKucur.net dibuat.

DesaKucur.net bertujuan untuk menginformasikan seluruh potensi dan aset yang ada di desa kepada masyarakat luas. Selain itu, menurut Edi portal desa ini akan menjadi sarana keterbukaan informasi keuangan di desa. Masyarakat bisa mengakses langsung pelayanan dan penggunaan keuangan desa.

DesaKucur.net memang belum sempurna. Edi bersama dengan pemerintah desa akan mengajak pemuda untuk menulis potensi desa. Sebagai jurnalis warga mereka akan menginformasikan seluruh kejadian yang ada di desa. “Merekalah nanti yang akan mengisi berita desa”, terangnya.

Antusias Masyarakat Desa Kucur pada Puncak Selamatan desa

Antusias Masyarakat Desa Kucur pada Puncak Selamatan Desa

Abdul Karim selaku Kepala Desa Kucur juga menyampaikan kepada masyarakat bahwa portal desa ini nanti akan menjadi portal informasi desa. Namun menurutnya web ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada partisipasi warga. Karim juga berharap kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengusahakan jaringan internet di Desa Kucur.

“Pak Bupati, Desa Kucur sampai hari ini agak susah sinyalnya. Kabel telpon tidak sampai ke sini,” terangnya dihadapan bupati dan ratusan undangan yang hadir. Karim sedikit mengiba kepada bupati agar segera diusahakan jaringan di Desa Kucur.

Menanggapi permintaan Karim, Bupati Malang Rendra Kresna berjanji akan mengkoordinasikan dengan Dishubkominfo. “Pemerintah kabupaten akan berkoordinasi dengan para pemilik jaringan agar Desa Kucur ini tidak blank spot,” tutur Rendra di hadapan masyarakat.

Rendra sangat mengapresiasi Desa Kucur yang telah membuat portal desa berupa Web Desa. Menurut Rendra, Kucur ini letaknya berada di lereng Gunung Kawi, namun berani membuat terobosan dengan membuat web desa. “Ini adalah upaya yang sangat luar biasa, desa-desa yang berada di perkotaan belum tentu memiliki website, tapi desa kucur sudah berani mengawali”, lanjutnya.

Dengan portal ini, menurut Rendra segala potensi yang ada di desa bisa disampaikan kepada masyarakat di seluruh dunia. Bupati Malang ini berharap agar portal desa bisa dijadikan sarana informasi di desa. [Edi]

Tidak ada informasi yang dikecualikan di Desa

Tidak Ada Informasi Desa yang Dikecualikan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 27 (d) “Pemerintah Desa wajib memberikan dan atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertulis pada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran”. Sementara, pada Pasal 68 (a) menyebutkan bahwa “Masyarakat Desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa”. Atas dasar inilah sebenarnya pemerintah desa memiliki kewajiban melaporkan segala perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan pelaporan keuangan kepada masyarakat.

Infest Yogyakarta mencoba untuk mengkolaborasikan UU Desa dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Metode ini diterapkan di tiga desa di Kabupaten Malang, yaitu Desa Kucur (01/08/2015), Jambearjo (10-11/07/2015), dan Tunjungtirto (12-13/07/2015). Sebagai salah satu badan publik, desa berkewajiban untuk menyediakan dan atau menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, desa berkewajiban untuk membuat daftar informasi publik desa dan menyediakannya berdasarkan jenisnya.

Infest mengajak pemerintah desa dan Tim Pembaharu Desa untuk mengidentifikasi seluruh informasi yang ada di desa. Setelah itu, mengklasifikasikan secara bersama-sama berdasarkan jenisnya. Mulai dari informasi serta merta, informasi berkala, informasi setiap saat dan informasi yang dikecualikan.

Tidak ada informasi yang dikecualikan di Desa

Tidak ada informasi yang dikecualikan di Desa

Selain mengidentifikasi jenis-jenis informasi, Tim Pembaharu Desa juga membuat rencana strategis penyampaian informasi yang dimiliki kepada masyarakat luas. Tentunya diusahakan menggunakan sarana dan media yang paling mudah untuk diakses masyarakat secara luas.

Setelah semua informasi dikenali, dicatat dan dianalisis, Tim Pembaharu di ketiga desa tidak menemukan informasi desa yang sifatnya dikecualikan. Karena semua informasi yang ada di desa tidak ada yang berhubungan dengan rahasia negara, dalam proses hukum atapun yang sifatnya berhubungan dengan rahasia medis seseorang. Daftar Informasi Desa yang dimiliki tiga desa di Kabupaten Malang, jika berkaca pada UU 14 tahun 2008, sebagian besar masuk dalam jenis informasi berkala.

Jadi, sebenarnya tidak ada satu pun informasi desa yang patut disembunyikan oleh pemerintah desa. Semua informasi yang ada di pemerintah desa sangat terbuka untuk diakses oleh masyarakat luas. Bahkan, menurut UU Desa, Pemerintah desa berkewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat desa menggunakan media yang paling mudah diakses oleh masyarakat. [EP]

Lokakarya regulasi UU Desa di Kab Malang

Lokakarya Kebijakan: Menakar Kesiapan Kabupaten Malang dalam Implementasi UU Desa

Malang – Pada Awal Juni (10-11/06/2015), Infest Yogyakarta bersama dengan Tim Pembaharu Desa, Organisasi Masyarakat Sipil, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dan pegiat desa di Kabupaten Malang melakukan Lokakarya. Kegiatan yang dihelat di ruang rapat Sekretaris Daerah Kabupaten Malang, (jalan Panji No. 158 Kepanjen) dalam rangka untuk mengkaji beberapa regulasi yang harus dibuat oleh kabupaten dalam implementasi Undang-undang (UU) Desa.

Lokakarya regulasi  UU Desa di Kab Malang

Lokakarya regulasi UU Desa di Kab Malang

Kegiatan lokakarya ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Malang Dr. Abdul Malik, M.Si. Dalam sambutannya, Malik mengapresiasi atas “greget” dari teman-teman organisasi masyarakat sipil yang telah mendorong pemerintah Kabupaten Malang agar segera membuat regulasi turunan. Dalam dua bulan terakhir ini, menurut Malik, Pemkab Malang telah menggodog Peraturan Bupati (Perbub) sebagai turunan dari UU Desa.

“Kami telah mempersiapkan 7 peraturan di kabupaten tentang desa. Sebanyak 5 Perbub sudah ditetapkan dan yang 2 masih berupa draft,” terang Malik. Malik berjanji bahwa beberapa peraturan yang telah dibuat oleh Pemkab Kabupaten akan segera disosialisasikan ke desa. Malik berharap hasil kajian bisa menjadi masukan buat pemerintah kabupaten.

”Apabila teman-teman NGO menemukan kekurangan, saya berharap jangan melakukan hal-hal yang kontraproduktif,” terang Malik. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Malang siap menerima masukan-masukan yang konstruktif demi kebaikan bersama.

Kegiatan yang dipandu oleh Yusuf Murtiono (Formasi) ini dihelat selama dua hari. Hari pertama melakukan curah pendapat dengan pemangku kebijakan di Kabupaten Malang terkait dengan tantangan-tantangan implementasi UU Desa. Sedangkan hari kedua, menyampaikan rekomendasi pada forum lintas SKPD yang punya urusan dengan desa. Harapan forum hari kedua ini adalah mendapatkan umpan balik dan menimbang kesiapan Pemerintah Kabupaten Malang dalam Implementasi UU Desa.

Adapun rekomendasi hasil lokakarya regulasi turunan UU Desa di Kabupaten Malang adalah sebagai berikut:

A. Rekomendasi untuk Pemerintah Kabupaten Malang

  1. Kabupaten telah menyiapkan beberapa Perbub desa yang sudah ada dan masih dalam bentuk rancangan, yaitu:
  • Perbup Nomor 12 Tahun 2015 tentang Tatacara Pembagian dan Penetapan Dana Desa setiap desa di Kab Malang tahun anggaran 2015. (15 mei 2015)
  • Perbup Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian ADD. (28 April 2015)
  • Keputusan Bupati 188.45/316/KEP/421.013/2015 tentang Besaran Alokasi Dana Desa Setiap Desa di Kab Malang. (29 April 2015)
  • Perbup Nomor 15 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian Bagi Hasil Pajak dan Retribusi D. (20 Mei 2015)
  • Perbub Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
  • Rancangan Perbub Pedoman Dan Tata Cara Pengadaan Barang Dan Jasa di desa.
  • Rancangan final Perbub Pedoman Pelaksanaan ADD (di dalamnya memuat siltap)
  1. Pihak Kabupaten secepatnya mensosialisasikan Perbub-perbub sebagai pedoman teknis desa, sehingga tidak salah tafsir. Selain itu, pemerintah desa diharapkan bisa memberikan masukan terhadap Perbub tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundangan di atasnya.
  2. Terkait dengan rancangan Perbub Siltap, menurut Sekda penghasilan kepala desa maksimal 2 juta. Kami membutuhkan cantolan hukum yang kuat. Karena berdasarkan Pasal 81 PP 43/2014 besaran Siltap disebutkan dengan perincian sebagai berikut :
    • ADD kurang dari 500 juta maksimal 60%
    • ADD antara 500 Juta – 700 Jt maksimal 50%
    • ADD lebih dari 700 Jt – 900 Jt maksimal 40%
    • ADD lebih dari 900 juta maksimal 30%.
  3. Pemerintah Kabupaten harus membuat Perbub tentang daftar Kewenangan Desa yang meliputi kewenangan asal usul dan kewenangan lokal skala desa. Karena kewenangan desa merupakan dasar bagi desa untuk menyusun perencanaan dan penganggaran desa. Selain itu, kewenangan desa adalah substansi UU Desa yang selama ini luput dari bahasan Pemerintah Kabupaten. Proses pembuatan Perbub Kewenangan Desa harus disusun secara partisipatif sebagaimana mandat Peraturan Menteri Desa Nomor 1 Tahun 2015.
  4. Dalam Perbub Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, apakah sudah melampirkan format Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), Perubahan APBDesa, Realisasi pertanggungjawaban APBDesa serta format-format buku kas, buku bantu pajak, buku bantu bank sebagai bentuk tata kelola keuangan desa.
  5. Pemerintah Kabupaten harus membuat Perbub pelimpahan kewenangan kepada camat untuk mengevaluasi APBDesa dilengkapi dengan tata cara evaluasi. Selain itu, Pihak kabupaten harus memberikan pemahaman kepada pihak kecamatan terkait dengan penyusunan APBDesa yang benar. Karena selama ini terjadi multitafsir di kecamatan.
  6. Khusus dalam hal pengadaan barang dan jasa di desa, pemerintah kabupaten sesegera mungkin mengesahkan regulasi berupa Perbup dan mensosialisasikan baik di tingkat kecamatan sampai desa, agar tidak terjadi kesimpangsiuaran pemahan sekaligus mempercepat pelaksanaan pembangunan di desa seiring mulai dicairkannya ADD maupun DD.
  7. Dalam meningkatkan kualitas penyusunan Perdes diharapkan pemerintah kabupaten segera memberikan pedoman tehnis tata cara penyusunan Perdes sesuai dengan Permendagri 111 Tahun 2014.
  8. Pemerintah Kabupaten segera menyiapkan penyusunan Perbup tentang Perencanaan desa yang benar, karena menurut Permendagri 114 Tahun 2015 musyawarah desa untuk membahas prioritas perencanaan desa tahun 2016 dilaksanakan mulai bulan Juni dan harus sudah selesai menjadi Perdes RKP Desa selambat-lambatnya bulan September 2016. Dan memberikan penekanan agar RKP Desa menjadi dasar penyusunan APB Desa Tahun 2016.
  9. Berkait dengan fungsi BPD diharapkan pemerintah kabupaten segera memberikan penguatan kapasitas bagi BPD sehingga BPD benar-benar siap menjalankan salah satu fungsinya sebagai penyelenggara musyawarah desa.
  10. Pemerintah kabupaten diharapkan segera mempersiapkan kebutuhan regulasi pelaksanaan UU Desa termasuk penataan aset karena tahun 2016 desa sudah harus memulai penataan aset desa serta memberikan penguatan kapasitas secara berkelanjutan dan intensif kepada desa, sehingga dapat mengurangi beban desa dari kesalahan prosedur dan administrasi yang berdampak kepada hukum.
  11. Khusus dari Apdesi mengharapkan proses Pilkades di Kabupaten Malang bisa dilaksanakan secara serentak yang proporsional sebagaimana dimandatkan melalui Permendagri 112 Tahun 2014.
  12. Posisi sekretaris desa harus dipikirkan karena dalam UU Desa mengubah struktur perangkat desa.

B. Rekomendasi untuk Desa

  1. Membuat Perdes turunan berdasarkan Perbub yang telah diterbitkan diantaranya, Perdes tentang kedudukan keuangan kades dan perangkat desa, Perdes tentang kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan lokal berskala desa, Perdes tentang pengelolaan aset desa, Perdes RPJMDesa/RKPDesa, dan Perdes BUMDesa dll yang disusun secara partisipatif.
  2. Terkait dana talangan keuangan operasional, desa harus membuat Peraturan Kepala Desa tentang Belanja Wajib mendahului APBDesa
  3. Desa harus lebih mengutamakan prinsip-prinsip partisipatif, transparan dan akuntabel dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa, terutama dalam pengelolaan keuangan desa.
  4. Desa harus membuat perencanaan pembangunan secara partisipatif dan melibatkan semua stakeholder di desa.
  5. Desa diharapkan meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah desa melalui penguatan kapaistas yang dianggarkan dalam APBDesa.
  6. Desa segera mendapatkan akses regulasi tentang standarisasi harga barang dan jasa sebagai bahan pelaksanaan pembangunan desa.
Tim Pembaharu Desa Jambearjo FGD tentang Kewenagan Bidang Pemerintahan Desa

Bagaimana Cara Mengidentifikasi Kewenangan Desa?

Oleh: Edi Purwanto

Disahkannya Undang-undang Desa (UU Desa) memberikan ruang kepada desa untuk menemukenali kewenangannya. Kewenangan desa yang dimaksud meliputi kewenangan hak asal usul, kewenangan lokal skala desa, kewenangan yang didelegasikan oleh Pemerintah Kabupaten ataupun Provinsi serta kewenangan lain yang diatur oleh perundang-undangan. Terkait dengan pengakuan kewenangan tersebut, desa harus mampu mengidentifikasi kewenangannya sendiri. Kewenangan desa harus dipetakan bersama-sama oleh para pemangku kepentingan di desa. Hingga dirumuskan menjadi Peraturan Desa (Perdes) tentang Kewenangan Desa.

Secara tegas kewenangan desa tertuang dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 79 ayat (1): “Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota”. Dengan demikian, kewenangan lokal skala desa dan hak asal-usul harus dirumuskan sendiri oleh desa. Desa harus mampu menginventarisasi kewenangan lokal skala desa dan hak asal usul yang dimiliki oleh desa secara partisipatif.

Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto: Mengkaji Peraturan tentang Wewenang Desa Desa

Tim Pembaharu Desa Tunjungtirto: Mengkaji Peraturan tentang Wewenang Desa Desa

Kewenangan desa juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 yang kemudian diubah menjadi PP Nomor 47 Tahun 2015 pasal 90 ayat (1) sampai (5). Penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan pada kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Selain didanai oleh APBDesa, kewenangan lokal skala desa juga dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui kementerian terkait. Sementara, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014 juga membahas kewenangan desa kendati tidak terlalu rinci.

Secara detail kewenangan desa tertuang dalam Peraturan Menteri Desa (Permendesa) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Kewenangan desa meliputi hak asal usul, kewenangan lokal skala desa (meliputi bidang pemerintahan desa, bidang pembangunan, bidang pemberdayaan masyarakat, bidang kemasyarakatan).

[baca juga Mengenal Jenis Kewewenangan Desa]

Mengidentifikasi kewenangan desa: belajar dari 3 Desa di Malang

Tim Pembaharu Desa Kucur: Pleno Pembahasan Kewenangan Desa

Tim Pembaharu Desa Kucur: Pleno Pembahasan Kewenangan Desa

Desa Kucur, Jambearjo dan Tunjungtirto di Kabupaten Malang mencoba untuk menginventarisasi kewenangan desa. Kegiatan tersebut dilaksanakan di masing-masing desa dengan melibatkan Tim Pembaharu Desa. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan, dan masyarakat di desa. Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terpisah, Desa Jambearjo (9/7/2015), Tunjungtirto (11/7/2015) dan Kucur (13/07/2015).

Kegiatan yang difasilitasi oleh Infest Yogyakarta ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi desa lain dalam menginventarisasi kewenangan desa. Kendati Pemerintah Kabupaten Malang sampai hari ini belum menerbitkan Peraturan Bupati (Perbub) tentang Kewenangan Desa, tidak ada salahnya jika ketiga desa ini mencoba untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kewenangan desanya masing-masing.

Tim Pembaharu Desa Jambearjo FGD tentang Kewenagan Bidang Pemerintahan Desa

Tim Pembaharu Desa Jambearjo FGD tentang Kewenangan Bidang Pemerintahan Desa

Berdasarkan pada hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa ini, desa akan mampu menyusun perencanaannya berdasarkan pada kewenangannya. Selain itu, desa juga tidak akan salah dalam membuat perencanaan. Tumpang tindih kewenangan antara desa dan supradesa, selama ini menjadi kerancuan tersendiri dalam menyusun perencanaan di desa.

Nah, dalam melakukan identifikafikasi kewenangan desa dan mengantarkan menjadi Perdes Kewenangan Desa, ketiga desa ini melakukan beberapa tahap, yaitu;

  1. Mempelajari kewenangan desa berdasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2014, Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014 yang diubah menjadi PP Nomor 47 Tahun 2015, dan Permendesa Nomor 1 Tahun 2015.
  2. Indentifikasi kewenangan berdasarkan peraturan yang ada. Hal ini akan membantu Tim Pembaharu Desa dalam mengidentifikasi kewenangan yang ada di desa berdasarkan pada hak asal usul, kewenangan lokal skala desa dan kewenangan yang didelegasikan pemerintah kabupaten atau provinsi.
  3. Mengkolaborasi hasil identifikasi kewenangan berdasarkan peraturan yang ada dengan kewenangan yang ada di masing-masing desa. Bisa jadi kewenangan yang ada di perundang-undangan tidak ada di desa, ataupun sebaliknya. Jika kewenangan tidak ada di desa maka kewenangan bisa dihapus dan jika sebaliknya maka Tim Pembaharu memasukkan menjadi daftar kewenangan desa.
  4. Membentuk tim penyusun dokumen kewenangan desa. Tim ini bertugas untuk membawa daftar kewenangan desa untuk dikaji dan membuat rancangan Perdes.
  5. Menyusun rancangan Perdes oleh Tim dan didiskusikan dengan BPD, pemerintah desa dan pemangku kebijakan yang ada di Desa.
  6. Musyawarah Desa untuk penetapan Perdes Kewenangan. Musyawarah desa dalam penetapan Perdes ini diselenggarakan oleh BPD masing masing desa. Adapun peserta musyawarah desa adalah pemangku kebijakan yang ada di desa. Lebih detil tata cara musyawarah desa bisa dilihat di Permendesa No. 2 tahun 2015.

Pada tahap ini, ketiga desa di Kabupaten Malang tersebut telah membentuk tim perumus kewenangan desa. Tim perumus inilah yang akan mengindentifikasi dan menyusun daftar kewenangan ini menjadi rancangan Perdes Kewenangan Desa. Selain itu juga bertugas mengawal rancangan Perdes menjadi Perdes Kewenangan Desa.

Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Mengukur dan Membuat Strategi Perubahan di Desa

Malang– TIga desa di Kabupaten Malang (Jambearjo, Kucur, dan Tunjungtirto) telah mendapatkan pengetahuan tentang Undang-undang Desa, identifikasi kewenangan desa, perencanaan apresiatif, identifikasi potensi aset desa dan Keterbukaan Informasi Publik. Proses pembelajaran beberapa materi ini dilakukan langsung di masing-masing desa.

Tim Pembaharu Desa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berdasarkan teori saja, melainkan juga melakukan praktik langsung. Mereka mengidentifikasi, menganalisis dan menentukan strategi pengembangan aset serta potensi yang ada di desa masing-masing. Tim Pembaharu Desa juga telah membuat indikator kesejahteraan lokal sekaligus melakukan sensus.

Dalam Pertemuan Tim Pembaharu yang dilaksanakan di Desa Tunjungtirto, Rabu (05/08/2015) hendak mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang sudah terjadi. Kegiatan ini diikuti oleh 30 orang tim pembaharu dari tiga desa.

Pertemuan yang dipandu oleh Frisca Arita Nilawati, selaku Manajer Program Desa Infest Yogyakarta ini diawali dengan mendata semua kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan di desa. Setelah itu dilanjutkan identifikasi perubahan apa saja yang sudah terjadi dan yang akan direncanakan. Kemudian merumuskan strategi yang mungkin dilakukan oleh Tim Pembaharu Desa lima bulan kedepan.

Tim pembaharu di masing-masing desa diberikan waktu untuk mendiskusikan perubahan-perubahan yang terjadi hingga strategi yang bisa dilakukan. Kemudian masing-masing perwakilan dari desa mempresentasikan hasil diskusinya.

Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Edi S, Tim Pembaharu Desa Kucur menyampaikan perubahan yang terjadi di desanya

Edi selaku perwakilan dari Desa Kucur menyampaikan bahwa ada beberapa perubahan yang terjadi di kucur, yaitu:

  1. Desa memiliki indikator kesejahteraan lokal yang digunakan untuk mendata seluruh warga desa dan mengklasifikasikan menjadi sangat kaya, kaya, miskin dan sangat miskin.
  2. Desa memiliki data terkait dengan aset dan potensi desa yang selama ini belum terjamah dan dikembangkan secara maksimal.
  3. Tim Pembaharu Desa memahami kewenangan desa dalam menjalankan roda pemerintahan desa.
  4. Melalui pembelajaran keterbukaan informasi, Tim Pembaharu memahami bahwa tidak ada dokumen di desa yang sifatnya rahasia.

Sementara, H. Sugianto kader Pembaharu Desa Jambearjo menyampaikan beberapa pembelajaran di desanya, antara lain:

  1. Terkait pendataan keluarga miskin. Selama ini pendataan keluarga miskin hanya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) saja. Desa belum memiliki data sendiri yang bisa digunakan dalam menentukan kebijakan pada level desa. Nah, dengan membuat kriteria kesejahteraan lokal dan melakukan sensus, desa menjadi memiliki data yang bisa digunakan sebagai rujukan perencanaan di desa.
  2. Tim pembaharu dan perangkat desa mengetahui sejauh mana wewenang desa sebagaimana diatur dalam UU Desa dan turunannya.
  3. Aset desa yang selama ini belum tersentuh, kini mulai diperbincangkan ulang untuk dimaksimalkan sebagai kekuatan desa.
Tim pembaharu desa 3 desa menyimak paparan dari salah satu desa

Tim pembaharu desa 3 desa menyimak paparan dari Frisca Nilawati

Sekretaris Desa Tunjungtirto, Yulianti juga menyampaikan beberapa perubahan yang terjadi di desanya. Menurut hasil diskusi dengan Tim Pembaharu di Desa Tunjungtirto ada beberapa perubahan, antara lain:

  1. Pemerintah Desa Tunjungtirto memiliki data aset dan potensi desa. Dengan demikian kedepan bisa dikelola, dijaga dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa.
  2. Pemerintah desa bisa mengetahui secara rinci tingkat kemiskinan di desa berdasarkan indikator yang ada. Dengan demikian, desa bisa mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
  3. Desa bisa melakukan klasifikasi terkait dengan informasi yang harus disediakan berdasarkan jenisnya. Dengan demikian, masyarakat umum bisa mengakses langsung informasi yang dibutuhkan melalui website ataupun datang langsung ke kantor desa.
  4. Pemerintah desa dan Tim pembaharu desa mengetahui substansi UU desa dan membuat perencanaan berdasarkan pada kewenangan, potensi dan aset desa yang dimiliki.

Selain membahas terkait dengan perubahan yang terjadi, masing-masing tim pembaharu dari 3 desa juga menyampaikan tantangan yang dihadapi dan strategi yang akan dilakukan. Tim pembaharu dari desa lain juga diberikan kesempatan untuk menanggapi dan memberikan masukan terkait proses dan tantangan yang ada.

Menjelang akhir dari pertemuan, Frisca memberikan simpulan dari beberapa hasil presentasi yang dilakukan masing-masing desa. Selain itu, ia juga memberikan rencana kerja yang akan dilakukan oleh Infest bersama dengan Tim Pembaharu Desa 5 bulan ke depan. Frisca menjelaskan ada beberapa hal yang bisa dilakukan secara bersama-sama, diantaranya:

  1. Membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang aset desa, kewenangan desa dan kesejahteraan desa.
  2. Melakukan revisi atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) sesuai dengan data potensi dan aset yang telah didata selama proses perencanaan apresiatif desa berlangsung.
  3. Desa membentuk tim pengembangan aset dan potensi desa.
  4. Pemanfaatan TIK sebagai media pengelolaan keuangan desa.

Menurut Frisca, paling tidak ketiga desa di Malang dalam 5 bulan ke depan akan diajak secara bersama-sama mencapai keempat hal di atas. “Keempat hal di atas tidak akan terwujud tanpa partisipasi dan kemauan dari pemerintah desa dan Tim Pembaharu Desa yang ada,” pungkasnya mengakhiri forum. (EP)